KITAB MANAQIB SYEIKH 'ABDUL QODIR AL JAILANI Qoddasallohu Sirruhu
( Untuk Kalangan Ikhwan Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Sirnarasa )
( Untuk Kalangan Ikhwan Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Sirnarasa )
( PEMBUKAAN MANQOBAH )
Yaa imaa mal muttaqin
Wa yaa shofwatal 'aa bidiin
Wa yaa qowiyal arkaan
Wa yaa habiibar rohmaan
Wa yaa muj liyal kalamil qodiim
Wa yaa syafaa- asqoomis saqiim.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَآءَ اللهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُوْنَۚ ۞ اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوا يَتَّقُوْنَۗ ۞ لَهُمُ
الْبُشْرٰى فِي الْـحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِۗ لَا تَبْدِيْلَ
لِكَلِمٰتِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Bismillaahir rohmaanir roohim.
Alaa inna Auliyaa'alloohi laa khoufun ‘alaihim wa laahum yahzanuun.
Alladziina aamanuu wakaanuu yattaquun.
Lahumul busyroo fil hayaatid dunyaa wa fiil aakhiroh, laa tabdiila likalimaatillaah, dzaalika huwal fauzul ‘azhiim.
Alaa inna Auliyaa'alloohi laa khoufun ‘alaihim wa laahum yahzanuun.
Alladziina aamanuu wakaanuu yattaquun.
Lahumul busyroo fil hayaatid dunyaa wa fiil aakhiroh, laa tabdiila likalimaatillaah, dzaalika huwal fauzul ‘azhiim.
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِيْنَ ، وَلَا عُدْوَانَ اِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ اَجْمَعِيْنَ
، اَمَّا بَعْدُ :
Bismillaahir rohmaanir roohim.
Alhamdulillaahi Robbil ‘aalamin, wal ‘aaqibatu lill Muttaqiin, walaa ‘udwaana illaa 'alazh zhoolimiin, wash sholaatu was salaamu ‘alaa Sayidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii ajma’iin,
Ammaa ba’du:
Alhamdulillaahi Robbil ‘aalamin, wal ‘aaqibatu lill Muttaqiin, walaa ‘udwaana illaa 'alazh zhoolimiin, wash sholaatu was salaamu ‘alaa Sayidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii ajma’iin,
Ammaa ba’du:
Dengan
menyebut Nama Alloh
Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Puji bagi Alloh pencipta Semesta alam.
Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam berserta keluarganya,
sahabatnya serta 'Awliya
Alloh
dan para pengikutnya sampai hari akhir.
Ini sekelumit manaqib Sulthon Awliya' Syaikh Abdul Qodir
Al Jailani, kutipan dari
kitab "Uquudul La Aali Fii
Manaaqibil Jayli" dan
kitab "Tafriihul Khootir Fii
Manaaqibisy Syaikhi Abdul Qodir"
Semoga dengan dibacakan manaqib ini, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan
keberkahannya kepada kita sekalian, terutama kepada Shohibul Hajat
(…....................................................................................................…)
Dimudahkan rizki yang halal, dijauhkan dari malapetaka dunia dan akhirat, diterima segala niat dan maksud kita, dimudahkan urusan kita yang berhubungan dengan dunia dan akhirat,
Amiin Yaa Robbal ‘aalamiin.
Adapun diantara manaqib Syaikh Abdul Qodir Al
Jailani sebagai berikut :
(MUHARROM)
Manqobah
Ke-39 :
Setiap Datang Tahun Baru, Memberitahu Kepada Syaikh Abdul Qodir Peristiwa Yang Akan Terjadi Pada Tahun Itu
Setiap Datang Tahun Baru, Memberitahu Kepada Syaikh Abdul Qodir Peristiwa Yang Akan Terjadi Pada Tahun Itu
Diriwayatkan di dalam kitab
"Bahjatul Asror" bahwa Syaikh ‘Abdul Qodir pada suatu saat
terbang melayang-layang diatas ribuan manusia di majlis pengajian yang beliau
pimpin, beliau Bersabda:
"Tiada terbit
matahari melainkan mengucapkan salam kepadaku, pada setiap datang tahun selalu
memberi salam kepadaku, dan memberitahukan yang akan terjadi pada tahun itu.
Pada setiap datang bulan, memberi salam kepadaku dan Menceritakan apa yang
terjadi pada bulan itu. Demikian Pula setiap datang minggu dan hari, minggu dan
hari itu memberi salam kepadaku dan memberitahukan yang akan terjadi pada
minggu dan hari itu. Demi Dzat Alloh Yang Maha Mulia, orang-orang yang suka dan
duka semuanya itu diberitahukan kepadaku.
Pandangan mataku
selalu di Lauhil Mahfud dan aku tenggelam dalam lautan Ilmu Alloh dan lautan
musyahadah, akulah yang menjadi Hujjah Alloh, akulah yang menjadi pengganti Rosululloh
Sholallohu alaihi wa sallam. Akulah yang
menjadi pewarisnya dibumi. Manusia ada gurunya, malaikat ada gurunya, jin ada
gurunya, aku guru semuanya.”
اللّٰهُمَّ انْثُـرْعَلَيْهِ
النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى كُلِّ وَقْتِ
وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin Nafahaati war ridl waan,
Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah
Ke-40 :
‘Abdul Qodir Diberi Buku Untuk Mencatat Murid-Muridnya Sampai Hari Qiamat
‘Abdul Qodir Diberi Buku Untuk Mencatat Murid-Muridnya Sampai Hari Qiamat
Diriwayatkan di dalam kitab
"Bahjatul Asror", Syaikh ‘Abdul Qodir pernah berkata : “Aku diberi sebuah
buku yang luasnya sejauh mata memandang untuk menuliskan nama-nama muridku
sampai hari kiamat. Semua murid itu telah Alloh berikan Kepadaku dan telah
menjadi milikku. Aku pernah bertanya Kepada malakul Malik, “Apakah ada dalam
neraka, muridku dan sahabat-ku ?” Malakul Malik menjawab: “tidak
ada.”
Syaikh berkata : "Aku bersumpah,
demi kemuliaan Tuhanku. Tanganku atas murid-muridku seperti langit menutup
bumi. Andaikan murid-muridku itu buruk, maka akulah yang baik. Dan aku
bersumpah, demi Ke-Agungan
dan Kemuliaan Tuhanku, dua telapak kakiku tidak akan bergeser dihadapan Tuhan
kecuali sudah mendapat keputusan bahwa aku bersama-sama muridku yang masuk
surga”
Lebih lanjut beliau
bersabda :
“Tanganku tidak akan lepas dari kepala murid-muridku, walaupun aku
sedang ada di timur dan muridku ada di barat, lalu muridku itu tersingkap
auratnya, maka tanganku akan segera menutupinya. Demi Keagungan dan Kemuliaan
Tuhanku, pada hari qiamat
aku akan berdiri tegak di hadapan gerbang pintu neraka, sekali lagi aku tidak
akan bergeser sebelum muridku masuk surga karena Alloh Yang Maha Kuasa telah
menjanjikanku bahwa murid-muridku tidak akan dimasukan ke dalam neraka. Barang siapa yang berguru serta mahabbah
kepadaku, pasti aku menghadap kepadanya, bahwa mereka dan Malaikat Munkar Nakir
telah berjanji kepadaku, bahwa mereka tidak akan menakut-nakuti murid-muridku.”
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(SHOFAR)
Manqobah
Ke-24 :
Masyarakat Yang Menderita Penyakit Tho’un, Sembuh Dengan Rumput Dan Air Madrosah Syaikh ‘Abdul Qodir
Masyarakat Yang Menderita Penyakit Tho’un, Sembuh Dengan Rumput Dan Air Madrosah Syaikh ‘Abdul Qodir
Para Ulama meriwayatkan,
pernah terjadi pada jaman Syaikh ‘Abdul
Qodir berjangkit wabah
penyakit tho’un sehingga berjuta orang meninggal dunia. Masyarakat
beduyun-duyun datang meminta pertolongan kepada Syaikh, beliau mengumumkan
kepada mereka :
"Barangsiapa makan rerumputan Madrosahku, Alloh akan
menyembuhkan penyakit yang dideritanya.”
Karena terlalu banyak yang
sakit, rerumputan itu habis, Syaikh mengumumkan lagi : “Barangsiapa yang
meminum air Madrosahku
akan segera disembuhkan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.” Mendengar
Pengumuman itu, para penderita penyakit beramai-ramai minum air madrosah Syaikh, seketika itu
juga mereka menjadi sembuh kembali dan penyakit tho’un pun lenyap.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqodah
Ke-27 :
Syaikh ‘Abdul Qodir Membeli Empat Puluh Ekor Kuda Untuk Orang Sakit
Syaikh ‘Abdul Qodir Membeli Empat Puluh Ekor Kuda Untuk Orang Sakit
Diriwayatkan, ada ada
seseorang yang bertempat tinggal agak jauh dari kota Baghdad. Terdengar berita
tentang kemasyhuran Syaikh ‘Abdul
Qodir, ia pun bermaksud akan berziarah kepada Syaikh karena terdorong rasa Mahabbah.
Setibanya dilokasi kediaman Syaikh, ia keheranan melihat istal kudanya megah
Sekali, lantai istalnya dibuat dari emas dan perak, pelananya dibuat dari sutra
dewangga, kudanya empat
puluh ekor, semuanya
bagus-bagus dan mulus-mulus, tiada bandinganya.
Terlintas dalam hatinya
prasangka yang kurang baik : “Katanya ia seorang Wali, tetapi mengapa
kenyataannya seorang pecinta dunia. Mana ada seorang wali mencintai dunia ? tidak pantas diberi gelar
Waliyulloh.” Niat semula untuk bertemu dengan Syaikh, seketika itu juga dibatalkan,
lalu ia bertamu kepada orang lain dikota itu.
Beberapa hari kemudian ia
jatuh sakit sangat parah, tidak ada seorang dokter pun dikota itu yang mampu
mengobatinya. Ada seorang paranormal beragama Nasroni yang memberi petunjuk, “Penyakitnya
itu tidak bisa sembuh kecuali dengan hati kuda, dengan syarat kudanya harus
seperti yang dimiliki oleh Syaikh Abdul Qodir, beliau seorang yang sangat
dermawan, pasti mau menolong”
Setiap hari disembelih
seekor untuk diambil hatinya selama empat puluh hari, sehingga empat puluh kuda
habis semuanya. Dengan empat puluh kuda itu, sembuhlah orang itu seperti
sedia kala. Dengan rasa syukur yang tiada terhingga diiringi rasa malu, ia datang menghadap
Syaikh mohon ampunan. Syaikh Berkata :
“Untuk kamu ketahui, sejumlah kuda yang ku beli itu sebenarnya untukmu,
karena aku tahu kamu akan mendapat musibah, menderita penyakit yang tidak ada
obatnya kecuali harus dengan empat puluh hati kuda. Aku tahu maksudmu semula,
kamu datang mau berziarah kepadaku semata-mata didorong rasa cinta kepadaku,
namun kamu berprasangka buruk kepadaku sehingga kamu bertamu kepada orang lain”.
Setelah mendengar penjelasan itu, ia merasa bersalah dan segera bertobat, lalu
Syaikh meluruskan niatnya dan memantapkan keyakinannya. Dan paranormal itu
masuk Islam.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(ROBI’UL
AWAL)
Manqobah
Ke-3 :
Kecerdasan Syaikh Abdul Qodir Waktu Menuntut Ilmu
Kecerdasan Syaikh Abdul Qodir Waktu Menuntut Ilmu
Dalam menuntut ilmu, Syaikh
‘Abdul Qodir berusaha memilih guru-guru yang ahli dalam bidangnya, beliau
mempelajari dan memperdalam bermacam-macam disiplin ilmu.
Seluruh
gurunya mengungkapkan tentang kecerdasannya. Beliau belajar Ilmu Fiqih dari
Abil Wafa ‘Ali bin ‘Aqil, Abi ‘Ali Khothob al-Kalwadani dan Abi Husein Muhammad
ibnil Qodli. Ilmu adab dari Abi Zakaria at-Tabrizi. Ilmu Thoriqot dari Syaikh
Abil Khoir Hammad bin Muslim
bin Darwatid Dibas. Shufiahnya dari Abi Said Al Mubarok.
Sejak
itu beliau terus-menerus meraih pangkat yang sempurna berkat Rohmat Alloh Yang Maha Esa,
sehingga beliau menduduki pangkat tertinggi dalam kewalian. Dengan
semangat juang yang tinggi disertai tekad yang kuat beliau berusaha mengekang
serta mengendalikan hawa nafsu. Beliau berkholwat di Irak dua puluh lima Tahun lamanya tidak berjumpa
dengan orang.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah
Ke-4 :
Budi Pekerti Syaikh Abdul Qodir
Budi Pekerti Syaikh Abdul Qodir
Syaikh
Abdul Qodir Al Jailani sangat takut kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, oleh karena itu
beliau mudah terharu serta mudah mengeluarkan air mata. Doanya di Qobul Alloh. Beliau seorang
dermawan, jauh dari keburukan dan selalu dekat dengan kebaikan. Berani dan
kokoh dalam mempertahankan hak, tegas dalam menghadapi kemungkaran. Pantang
menolak orang yang meminta-minta walupun yang dimintanya pakaian yang sedang
beliau pakai. Tidak marah karena hawa nafsu, tidak memberi pertolongan yang bukan karena Alloh.
Beliau diwarisi Akhlak Nabi Muhammad Sholallohu alaihi wa sallam, Tampan Nabi Yusuf
‘Alaihis sallam, Benar Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq Rodliyalloohu 'anhu, Adil Umar bin
Khothob Rodliyalloohu 'anhu,
Hilim Sayyidina Utsman bin Affan Rodliyalloohu 'anhu, Kegagahan serta keberanian sayidina Ali bin Abi
Tholib karromallohu Wajhah.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(ROBI’UTS
TSANI)
Manqobah
Ke-51 :
Wasiat Syaikh Abdul Qodir Kepada Putranya Abdul Rozak
Wasiat Syaikh Abdul Qodir Kepada Putranya Abdul Rozak
Syaikh
Abdul Qodir telah berwasiat kepada putranya yang bernama Abdul Rozak dengan
beberapa wasiat, diantaranya :
“Wahai
anakku, semoga Alloh melimpahkan Taufiq dan Hidayah-Nya kepadamu
dan kepada segenap kaum muslimin. Wahai anakku, bertawakallah kepada Alloh,
pegang syara’ dan laksanakan, dan pelihara batas-batasnya. Ketahui bahwa
Thoriqotku dibangun berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam. Hendaknya kamu berjiwa
bersih, dermawan, murah hati dan suka memberi pertolongan kepada orang lain
dengan jalan kebaikan. Jangan keras hati atau berlaku tidak sopan. Sebaiknya
kamu bersikap sabar dan tabah menghadapi segala ujian dan cobaan. Hendaknya
kamu mengampuni kesalahan orang lain dan bersikap hormat pada sesama ikhwan dan
semua fakir miskin.
Perihara
olehmu kehormatan guru-guru, dan berbuat baiklah kepada orang lain, beri
nasihat yang baik kepada orang-orang besar tingkat kedudukanya, demikian pula
bagi masyarakat kecil. Jangan suka berbantah-bantahan dengan orang lain kecuali
dalam masalah agama.
Ketahuilah
bahwa hakikat kemiskinan adalah perlu kepada orang lain, dan hakikat tidak
perlu kepada orang lain. Tashowwuf dicapai dengan
jalan lapar dan pantangan dari hal-hal yang disukai dan dihalalkan, dan tidak
banyak bicara, jika kamu berhadapan dengan orang faqir, jangan dimulaii dengan ilmu, sebab akan
menjauh denganmu. Sebaiknya, hendaklah dimulai dengan kasih sayang, bersikap
lembutlah terhadapnya, membuatnya lebih dekat padamu.
Tashowwuf
dibangun diatas delapan hal yakni :
1. Dermawan, 2. Ridlo, 3. Sabar, 4. ‘Isyaroh, 5. Mengembara, 6. Berbusana Bulu, 7. Pecinta Alam, dan
Faqir. Dermawan Nabi Ibrohim ‘Alaihis
sallam,Ridlo Nabi Ishaq ‘Alaihis sallam, Sabar Nabi Ayyub ‘Alaihis
sallam, Isyarohnya Nabi Zakaria ‘Alaihis sallam, Mengembara seperti
Nabi Yusuf ‘Alaihis sallam, Berbusana wool seperti Nabi Yahya ‘Alaihis
sallam, Pecinta Alam Nabi Isa ‘Alaihis sallam, dan kefakiran
Nabi Muhammad Sholallohu alaihi wa
sallam.
Bila
kamu berkumpul bersama orang kaya, perlihatkan kegagahanmu, kerendahan hati
bila berkumpul dengan orang miskin. Hendaknya kamu ikhlas dalam setiap
perbuatan. Seharusnya selalu mengingat Alloh. Jangan berprasangka buruk Kepada
Alloh. Harusnya berserah diri kepada Alloh dalam segala perbuatan. Jangan
menggantungkan diri kepada orang lain, walaupun keluarga walaupun teman
sejawat. Layani faqir miskin dengan Tiga hal :
pertama, Tawadlu’, kedua, Budi Pekerti, dan ketiga, Kebeningan Hati.
Perhatikan
olehmu bahwa yang paling dekat kepada Alloh ialah orang yang paling baik budi pekertinya. Dan amal
yang paling utama ialah memelihara hati dari melirik kepada selain Alloh.
Bila
bergaul dengan orang miskin, berwasiatlah dengan kebenaran dan kesabaran. Cukup bagimu dari
dunia itu dua hal :
pertama, bergaul dengan orang miskin, kedua menghormati wali.
Selain dari pada Alloh, segala sesuatu itu jangan dipandang cukup, gagah kepada
yang dibawahmu adalah pengecut, gagah terhadap sesama adalah lemah dan gagah
kepada orang yang lebih tinggi kedudukanya adalah sombong. Ketahuilah bahwa Tashowwuf dan fakir merupakan
Dwi Tunggall
kebenaran yang hakiki, bukan main-main, oleh karena itu jangan dicampur dengan
main-main".
Demikian
wasiat ayah, semoga Alloh melimpahkan Taufiq dan hidayahnya
kepadamu dan kepada murid-murid, atau kepada siapapun yang mendengar wasiat
ini, semoga dapat mengamalkanya dengan syafa’at junjungan kita Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam,
amin
ya Robbal ‘alamin.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah
Ke-53 :
Syaikh Abdul Qodir Wafat
Syaikh Abdul Qodir Wafat
Menjelang
akhir hayatnya, Malakul
Ajro’il datang mengunjungi Syaikh dikala matahari akan terbenam membawa surat
dari Alloh Subhanahu
Wa Ta’ala untuk Syaikh dengan alamat
sebagai berikut :
يَصِلُ
هَذَا الْمَكْتُوْبُ مِنَ الْمُحِبِّ إِلٰى الْمَحْبُوْبِ
"Yashilu hadzal
maktubi minal muhibbi ilal mahbubi"
(Surat ini dari Dzat Yang Maha Pengasih disampaikan kepada Wali yang dikasihi).
(Surat ini dari Dzat Yang Maha Pengasih disampaikan kepada Wali yang dikasihi).
Kemudian
surat tersebut diterima oleh putranya
yang bernama Sayyid Abdul Wahhab. Setelah diterima, masuklah ia bersama Malakul Ajro’il.
Sebelum surat dihanturkan kepada Syaikh, beliau sudah mengerti bahwa beliau
akan berpindah ke alam ‘uluwi, alam tinggi yakni meninggal Dunia.
Syaikh
bersabda kepada putra-putranya :
“Jangan mendekat, karena lahiriyahku bersama-sama dengan kamu, sedang
bathiniyahku bersama selain kamu, dan perluas ruangan ini karena hadir selain
dari padamu, tunjukan sopan santunmu”.
Siang
dan malam, tak henti-hentinya beliau mengucapkan :
وَعَلَيْكُمُ
السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ غَفَرَاللهُ لِى وَلَكُمْ تَابَ اللهُ
عَلَيَّ وَعَلَيْكُمُ بِسْمِ اللهِ غَيْرِ مُوْدِعِيْنَ وَ ادْخُلُوْا فِى صَفِّ
الْأَوَّالِ إِذً اَجِيْءُ اِلَيْكُمْ رِفْقًا رِفْقًا وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ
اَجِيْءُ اِلَيْكُمْ
قِفُوْا اَتَاهُ الْحَقُّ وَسَكَرَةُ الْمَوْتِ
قِفُوْا اَتَاهُ الْحَقُّ وَسَكَرَةُ الْمَوْتِ
"Wa’alaikumus salaam wa rohmatullohi wa barokatuh. Ghofarolloohu lii walakum, taaballohu
‘alayya wa ‘alaikum, Bismillahi
ghoyri muudiina. Wadkhulu fi shoffil
awwali, idzan ajii’u ilaykum, rifqon rifqon wa ‘alaikumus salaamu ajii’u ilaykum, Qifuu ataahul haqqu wa sakarotul mawti.
Beliau
berpesan : “Jangan ada yang menanyakan apapun kepadaku setelah aku
bolak-balik dalam lautan Ilmu Alloh”, lalu membaca :
اِسْتَعَنْتُ بِلَا
اِلٰـهَ اِلَّا اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالىٰ وَالْـحَيِّ الَّذِيْ لاَ
يَخْشَ الْفَوْتُ سُبْحَانَ مَنْ تَعَزَّزَ بِالْقُدْرَةِ وَقَهَّرَ
عِبَادَهُ بِ الْمَوْتِ لَا اِلٰـهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ
تَعَزَّزَ تَعَزَّزَ،
اَللهُ ، اَللهُ ، اللهُ ،
اَللهُ ، اَللهُ ، اللهُ ،
Ista’antu bilaa ilaaha illallohu, Subhaanahu wa ta’aala
wal hayyil ladzi laa yakhsal fawtu, Subhana man ta’azzaza bil qudroti waqoharo ibaadahu bil mawti laa ilalaha
illallohu Muhammadur Rosulullahi,
ta’azzaza, ta ‘azzaza Allohu Allohu Allohu.
Terdengar
suara nyaring, lalu suaranya lembut tidak terdengar lagi, dan meninggallah
Ridwanullohu 'alaihi.
Syaikh
wafat pada malam Senin ba’da ‘Isya, tanggal 11 Robi’ul Akhir, Tahun 561 Hiriyah (1166
Masehi) pada usia 91 Tahun.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(JUMADIL ULA)
Manqobah Ke-35 :
Syaikh Ahmad Kanji Menjadi Murid Syaikh Abdul Qodir Atas Petunjuk Gurunya
Syaikh Ahmad Kanji Menjadi Murid Syaikh Abdul Qodir Atas Petunjuk Gurunya
Diriwayatkan, pada suatu hari Syaikh Ahmad kanji sedang
mengambil wudlu, terlintas dalam hatinya bahwa thoriqot Syaikh Abdul Qodir itu
lebih disukai dari pada thoriqot-thoriqot lainnya. Gurunya yaitu Syaikh Abi
Ishak Maghribi mengetahui pula apa yang terlintas dalam hati muridnya, lalu
beliau bertanya : “Apakah kamu mengetahui kedudukan Syaikh Abdul Qodir ?”
Dijawab oleh Syaikh Ahmad Kanji : “Saya tidak tahu”. Lalu
gurunya menjelaskan :
“Syaikh Abdul Qodir itu memiliki dua belas sifat. Kalau lautan dijadikan
tintanya dan pepohonan dijadikan penanya, manusia, malaikat dan jin sebagai
penulisnya, maka tidak akan mampu menulis satu sifat pun”.
Mendengar penjelasan dari gurunya itu, ia makin bertambah
mahabbah kepada Syaikh Abdul Qodir, hatinya berbisik : “Satu
harapanku, tidak meninggal dunia sebelum aku menjadi muridnya”.
Kemudian
dengan kemauan yang keras berangkatlah ia menuju kota Baghdad. Setibanya
disebuah gunung di wilayah Ajmir yang dibawahnya mengalir sungai, ia mengambil
air wudlu untuk sholat. Didalam keadaan antara tidur dan tidak, ia dikunjungi
Syaikh Abdul Qodir, beliau membawa mahkota merah dan sorban hijau. Syaikh Ahmad
Kanji berdiri menghormati kedatangannya :
“Mari
kesini lebih dekat”, kata beliau sambil mengenakan mahkota merah
dan sorban hijau diatas kepalaku, lalu bersabda :
"Wahai Ahmad Kanji, sekarang kamu sudah menjadi muridku dan menjadi
anakku dan menjadi Rijalulloh (laki-laki Alloh)”. Lalu beliau menghilang,
mahkota dan sorban sudah melekat terpakai diatas kepalaku, lalu ia sujud syukur
atas nikmat Alloh yang telah diterimanya.
Kemudian
ia pulang kegurunya sambil memperlihatkan mahkota merah dan sorban hijau hadiah
dari Syaikh Abdul Qodir dan menceritakan peristiwa yang di alaminya. Gurunya berkata : “Wahai Ahmad Kanji,
mahkota dan sorban itu adalah khirqoh bagimu, kamu sangat dikasihi Syaikh Abdul
Qodir, sekarang berdirilah dengan tegak, kamu telah menjadi wali yang utama".
Dengan mengharap keberkahannya, Syaikh Abi Ishak Maghribi memakai mahkota dan
sorban itu dikepalanya, lalu diserahkan kembali kepada Syaikh Ahmad Kanji.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah
ke-36 :
Syaikh Ahmad Kanji Menjunjung Kayu Bakar Di Atas Kepalanya
Syaikh Ahmad Kanji Menjunjung Kayu Bakar Di Atas Kepalanya
Pekerjaan
Syaikh Ahmad kanji adalah mencari kayu bakar untuk memasak roti bagi para
faqir. Setelah mengenakan mahkota dari Sayyid Abdul Qodir, gurunya bekata : “Sekarang engkau tidak
layak mencari kayu bakar sebab kepalamu sudah dimahkotai dengan mahkota yang
mulia”. Namun Syaikh Ahmad Kanji
memohon izin dari gurunya untuk mencari kayu bakar. Ujar gurunya: “Ya kalau
begitu, terserah kamu". Ia pun
berangkat ke gunung mengumpulkan kayu bakar lalu diikat.
Waktu
akan dipikul, kayu bakar itu melayang diatas kepala Syaikh Ahmad Kanji
kira-kira sehasta dari kepalanya. Lantas Syaikh Ahmad Kanji pulang ke gurunya.
Kayu bakar terus melayang mengikuti Syaikh Ahmad.
Setibanya
ditempat Syaikh Abi Ishak Maghribi, gurunya itu berkata : “Nah Syaikh Ahmad,
apa kataku, kamu tidak pantas lagi memikul kayu bakar, sebab sudah ditempati
mahkota dan sorban mulia. Mulai sekarang, sudahlah jangan mencari kayu bakar.
Engkau oleh Sayyid Abdul Qodir sudah ditunjuk ke pangkat Rijalulloh”.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(JUMADITS
TSANIYAH)
Manqobah
Ke-15 :
Nama Syaikh Abdul Qodir Seperti Ismul A’zhom
Nama Syaikh Abdul Qodir Seperti Ismul A’zhom
Diriwayatkan
di dalam kitab Haqo’iqul Haqo’iq, ada seorang perempuan datang menghadap
Syaikh Abdul Qodir mengadukan hal anaknya, “Saya mempunyai seorang anak,
kini ia hilang tenggelam ke dalam laut, saya yakin tuan Syaikh bisa
mengembalikan anak saya hidup kembali, saya mohon pertolongan Tuan”. Mendengar perempun itu,
Syaikh berkata :
“Sekarang kamu pulang, anakmu sudah ada di rumahmu”. Perempuan itu
pulang dengan tergesa-gesa, setibanya dirumah, anaknya itu belum ada.
Segera
ia menghadap lagi kepada Syaikh sambil menangis melaporkan bahwa anaknya itu
belum ada. Syaikh berkata :
“Sekarang anakmu sudah ada di rumahmu, sebaiknya kamu segera pulang".
Perasaan rindu pada anaknya menggebu-gebu, namun setibanya di rumah, anaknya
belum ada juga.
Dengan
penuh keyakinan ia datang lagi menghadap Syaikh sambil menangis mohon anaknya
hidup kembali. Kemudian Syaikh menundukkan kepalanya dan tegak kembali sambil
berkata :
“Sekarang tidak akan salah lagi, pasti anakmu sudah ada dirumah“. Dengan penuh harapan ia
pulang menuju rumahnya, anaknya sudah ada berkat karomah Syaikh Abdul Qodir.
Mengenai
peristiwa ini Syaikh munajat kepada Alloh : “Yaa Alloh, Engkau Maha Kuasa
menciptakan mahluk dengan mudah, demikian pula halnya pada waktu mengumpulkan
mahluk dipadang mahsyar hanya dalam tempo yang singkat sudah berkumpul, mengapa
hanya menghidupkan seorang saja sampai Tiga kali, hamba malu oleh
perempuan itu. Dan apa hikmahnya?”. Alloh Subhanahu wa ta’ala menjawab : “Semua ucapanmu kepada
perempuan itu tidak salah, pertama kali kamu mengatakan kepada perempuan itu
anaknya sudah ada dirumah, malaikat baru mengumpulkan tulang belulangnya yang
berserakan, dan yang kedua kalinya seluruh anggota tubuhnya baru utuh kembali
dan dihidupkan, ketiga kalinya si anak di angkat dari dasar laut dikembalikan
kerumahnya”.
Alloh
berfirman :
"Wahai Abdul Qodir! Kamu jangan kecewa. Sekarang silahkan kamu minta,
pasti kuberi”. Spontan Syaikh merebahkan kepalanya bersujud
sambil berkata :
“Engkau Kholiq, apa saja yang Engkau berikan akan kuterima". Lalu
Alloh memberi hadiah kepada Syaikh dan berfirman : “Barang siapa melihatmu
pada hari Jum’at, ia akan kujadikan wali, dan kalau kamu melihat tanah tentu
akan menjadi emas”.
Syaikh berkata : “Ya
Alloh, semua pemberian-Mu kurang begitu manfaat bagiku, aku mohon karuniamu
yang lebih bermanfaat dan lebih mulia setelah aku tiada". Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman : “Namamu dibuat seperti
nama-Ku, barang siapa menyebut namamu, pahalanya sama dengan yang menyebut
nama-Ku”.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah
Ke-16 :
Syaikh Abdul Qodir Menghidupkan Orang Yang Sudah Mati.
Syaikh Abdul Qodir Menghidupkan Orang Yang Sudah Mati.
Diriwayatkan di dalam kitab
Asrorut Tholibin, Syaikh Abdul Qodir pada waktu melewati suatu tempat, bertemu
dengan seorang umat Islam sedang berdebat dengan seorang umat Nasroni. Beliau menyikapi dengan
seksama dan menanyakan apa yang menjadi sebab perdebatan itu, kata orang Muslim : "Kami sedang
membangga-banggakan Nabi kami masing-masing, dan saya berkata padanya, Nabi
Muhammad-lah yang paling utama". Kata orang Nasrani : "Nabi Isa-lah
yamg paling sempurna". Lalu Syekh bertanya kepada orang Nasroni : "Apa yang menjadi
dasar kamu mengatakan bahwa Nabi Isa-lah lebih sempurna daripada Nabi Muhammad ?". Orang Nasrani
menjawab :
"Nabi Isa bisa menghidupkan orang yang sudah mati". Syekh
berkata lagi :
"Kamu tahu aku bukan Nabi, aku hanya pengikut Nabi Muhammad sholallohu
alaihi wa
sallam ? Kalau
aku bisa menghidupkan orang yang sudah mati, kamu bersedia untuk beriman kepada
Nabi Muhammad sholallohu alahi wa sallam ?". "Baik, saya
mau beriman dan masuk agama Islam", jawab orang Nasroni itu. "Kalau
begitu, mari kita mencari kuburan". Lanjut Syaikh.
Setelah mereka menemukan
sebuah kuburan tua, sudah berusia lima ratus tahun, lalu Syaikh
mengulangi lagi pertanyaannya :
"Nabi Isa kalau menghidupkan orang yang sudah mati bagaimana caranya?".
Orang Nasroni
menjawab :
"Beliau cukup dengan mengucapkan QUM BIIDZNILLAH (Bangunlah dengan Izin
Alloh)". "Nah sekarang kamu perhatikan dan dengarkan baik-baik
!", kata Syekh, lalu beliau menghadap ke kuburan tadi sambil
mengucapkan :
"QUM BIIDZNII (Bangunlah dengan izinku)". Kuburan terbelah
dua, keluarlah mayat itu sambil bernyanyi. Konon pada waktu hidupnya ia seorang
penyanyi. Melihat dan menyaksikan peristiwa tersebut, orang Nasroni itu berubah keyakinan
menjadi beriman kepada Nabi Muhammad Sholallohu alaihi wa
sallam dan
masuk agama Islam.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah Ke-17 :
Syekh Abdul Qodir Merebut Ruh Dari Malakul Maut
Syekh Abdul Qodir Merebut Ruh Dari Malakul Maut
Abu Abbas Ahmad Rifa'i
meriwayatkan : Ada seorang pelayan Syaikh Abdul Qodir yang meninggal dunia,
kemudian isterinya datang menghadap beliau mengadukan halnya sambil menangis.
Karena ratapnya itu, Syaikh menundukkan kepala bertawajjuh kepada Alloh,
ketika itulah beliau melihat malakul
maut sedang kelangit membawa keranjang maknawi penuh dengan ruh-ruh manusia
yang baru selesai dicabut pada hari itu. Kemudian beliau meminta kepada malakul maut supaya menyerahkan
nyawa muridnya. Permintaan itu ditolak oleh malakul maut. Lalu beliau merebut
keranjang maknawi itu, dan tumpahlah semua nyawa yang ada di dalamnya dan
kembali ke jasadnya masing-masing.
Menghadapi kejadian ini malakul
maut unjuk pihatur kepada
Alloh Subhanahu wa ta’ala : "Ya Alloh,
Engkau Maha Mengetahui tentang kekasih-Mu dan wali-Mu Abdul Qodir".
Alloh berfirman : "Memang benar, Abdul Qodir itu kekasih-Ku, karena
tadi nyawa pelayannya tidak kamu berikan, akibatnya seluruh ruh itu terlepas,
dan sekarang kamu menyesal karena kamu tidak memberikannya".
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(ROJAB)
Manqobah Ke-11 :
Telapak Kaki Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam Memijak Pundak Syaikh Abdul Qodir Pada Malam Mi'roj
Telapak Kaki Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam Memijak Pundak Syaikh Abdul Qodir Pada Malam Mi'roj
Syaikh
Rosyid Al-Junaidi meriwayatkan, pada malam Mi'roj, malaikat datang menghadap
Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam membawa Buroq. Kakinya bercahaya laksana
bulan dan paku telapak kakinya bersinar seperti sinar bintang.
Dikala Buroq itu dihadapkan kepada
Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam ia tidak
bisa berdiam dan kakinya bergoyang-goyang seperti. Rosululloh Sholallohu
alaihi wa sallam. bertanya "Mengapa
kamu tidak diam? Apa kamu tidak mau kukendarai ?". Buroq menjawab:
"Demi nyawa hamba yang menjadi penebusnya, hamba tidak menolak, namun
ada satu permohonan, yaitu ketika engkau, Rosululloh sholallohu
alaihi wa
sallam akan
masuk surga, tidak menunggangi yang lain". Rosululloh sholallohu
alaihi wa
sallam.
menjawab: "Baik,
permintaanmu akan kukabulkan".
Buroq itu masih mengajukan
permohonannya: "Hendaknya tangan yang mulia memegang pundak hamba
sebagai tanda bukti nanti pada hari kiamat". Lalu dipegangnya pundak Buroq itu oleh Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam. Karena
gejolak rasa gembira, jasad Buroq
itu tidak cukup untuk menampung ruhnya, badannya menjadi empat puluh
hasta tingginya. Rosululloh terpaku sebentar melihat badan Buroq itu menjadi tinggi,
terpaksa Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam memerlukan tangga.
Saat itu juga, datanglah
Ghoutsul A'zhom Syaikh ‘Abdul
Qodir Al Jailani bertekuk lutut di hadapan Roasululloh Sholallohu alaihi wa
sallam sambil berkata : "Silahkan pundak
hamba dijadikan tangga". Rosululloh sholallohu
alaihi wa
sallam memijakkan kakinya pada
pundak Syaikh, dan lalu Rosululloh sholallohu
alaihi wa
sallam naik buroq. Di saat itu
Rosululloh sholallohu alaihi wa
sallam bersabda : "Sebagaimana
telapak kakiku menginjak pundakmu, maka telapak kakimu akan menginjak pundak
para waliyulloh".
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(SYA'BAN)
Manqobah
Ke-7 :
Kebiasaan Syaikh Abdul Qodir Setiap Malam Digunakan Untuk Ibadah Sholat Dan Dzikir
Kebiasaan Syaikh Abdul Qodir Setiap Malam Digunakan Untuk Ibadah Sholat Dan Dzikir
Syaikh Abu Abdillah
Muhammad al-Hirowi meriwayatkan : "Aku berkhidmat
mendampingi Syaikh Abdul Qodir selama empat puluh Tahun. Selama itu aku
menyaksikan beliau sholat Shubuh dengan wudlu 'Isya, Seusai sholat lalu
Syaikh masuk kholwat sampai waktu sholat Shubuh. Para pejabat pemerintah banyak
yang datang untuk bersilaturrahmi, tapi kalau datangnya malam hari tidak bisa
bertemu dengan beliau,
terpaksa mereka menunggu sampai waktu Shubuh.
Pada suatu malam saya
mendampingi beliau, sekejap pun aku tidak tidur, aku menyaksikan sejak sore
harinya beliau melaksanakan sholat-sholat dan pada malam harinya dilanjutkan
dengan berzikir melewati sepertiga malam lalu beliau membaca :
اَلْمُحِيْطُ اَلرَّبُّ اَلشَّهِيْدُ اَلْحَسِيْبُ
اَلْفَعَّالُ اَلْـخَلَّاقُ اَلْـخَالِقُ اَلْبَارِئُ اَلْمُصَوِّرُ
Al
Muhiithu,
Ar Robbu,
Asy Syahiidu,
Al Hasibu,
Al Fa’aalu,
Al Khollaaqu,
Al Khooliqu,
Al Baari’u,
Al Mushowwiru,
Tampak badannya mengecil
sampai kecil sekali, lalu badannya membesar lagi dan meninggi sampai tinggi
sekali hingga tidak nampak dari pandanganku. Kemudian beliau muncul lagi
berdiri melakukan sholat dan sujudnya lama sekali.
Demikianlah beliau
beribadah semalam suntuk, setelah dua pertiga malam beliau menghadap kiblat
sambil membaca doa-doa, tiba-tiba terpancar sinar menyoroti beliau sehingga
badannya diliputi sinar dan tidak henti-hentinya terdengar suara yang
mengucapkan salam sampai terbit fajar.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(ROMADLON)
Manqobah
Ke-2:
Beberapa Macam Tanda Kemuliaan Pada Waktu Syaikh Abdul Qodir Dilahirkan
Beberapa Macam Tanda Kemuliaan Pada Waktu Syaikh Abdul Qodir Dilahirkan
Sayid Abu Muhammad Abdul
Qodir Jaelani dilahirkan di Naif Jailan Irak pada tanggal 1 Romadlon 470 Hijriyah, bertepatan
dengan 1077 Masehi. Beliau wafat pada tanggal 11 Rabiul Akhir 561 Hijriyah,
bertepatan dengan 1166 Masehi, pada usia 91 tahun. Beliau dikebumikan di
Baghdad, Irak.
Pada malam Syaikh di
lahirkan ada lima karomah :
1.
Ayahnya,
yaitu Abi Sholih Musa Janaki, pada malam hari bermimpi dikunjungi Rosululloh Sholallohu
alaihi wa
sallam diiringi para Sahabat dan
Imam Mujtahidin dan para wali. Rosululloh bersabda kepada Abi Sholih Musa
Janaki :
"Wahai Abi Sholih, engkau akan diberi putra oleh Alloh. Putramu akan
mendapat kedudukan yang tinggi di atas para wali sebagaimana kedudukanku diatas
para nabi, dan anakmu itu termasuk anakku juga, kesayanganku dan kesayangan
Alloh".
2.
Setelah
Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam, para
Nabi yang lainpun datang menghibur ayah Syaikh Abdul Qodir : "Engkau
akan mempunyai putra yang akan menjadi Sulthonul Auliya, seluruh wali Alloh
selain Imam Ma'shum, di bawah pimpinannya".
3.
Syaikh
Abdul Qodir sejak dilahirkan pada siang hari bulan Romadlon menolak untuk menyusu.
Menyusunya setelah waktu berbuka puasa.
4.
Di
belakang pundak Syaikh Abdul Qodir nampak bekas telapak kaki Rosululloh Sholallohu
alaihi wa
sallam ketika beliau akan
menunggangi Buroq
pada malam Mi'raj.
5.
Beliau
diliputi cahaya sehingga tidak seorang pun
yang mampu melihatnya. Sedang usia ibunya waktu itu 60 tahun, ini juga sesuatu
hal yang luar biasa.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah
Ke-32 :
Syaikh Abdul Qodir Berbuka Puasa Di Rumah Murid-Muridnya Pada Satu Waktu Yang Bersamaan
Syaikh Abdul Qodir Berbuka Puasa Di Rumah Murid-Muridnya Pada Satu Waktu Yang Bersamaan
Diriwayatkan, pada suatu
hari pada bulan Romadlon,
Syaikh ‘Abdul
Qodir diundang berbuka puasa oleh murid-muridnya sebanyak tujuh puluh
orang di rumahnya masing-masing. Mereka berkeinginan agar Syaikh berbuka puasa
di rumahnya. Mereka tidak mengetahui bahwa masing-masing dari mereka mengundang
Syaikh untuk berbuka puasa pada waktu yang bersamaan.
Tiba waktunya berbuka
puasa, Syaikh berbuka puasa di rumah beliau, detik itu pula rumah muridnya yang
tujuh puluh orang itu masing-masing dikunjunginya dan berbuka puasa
tepat pada waktu yang sama.
Peristiwa ini di kota
Baghdad sudah masyhur di kalangan masyarakat dan sudah menjadi buah bibir
masyarakat dalam setiap pembicaraan dan pertemuan.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(SYAWAL)
Manqobah
Ke-22 :
Syaikh Abdul Qodir Setiap Tahun Membebaskan Hamba Sahaya Dari Perbudakan, Serta Nilai Busana Yang Beliau Pakai
Syaikh Abdul Qodir Setiap Tahun Membebaskan Hamba Sahaya Dari Perbudakan, Serta Nilai Busana Yang Beliau Pakai
Sebagian kitab manaqib
meriwayatkan, sudah menjadi tradisi bahwa setiap Hari Raya Syaikh ‘Abdul Qodir membeli
beberapa hamba sahaya untu dimerdekakan dari belenggu perbudakan. Kemudian
Syaikh mengantarkan mereka agar wushul kepada Alloh Subhanahu
wa ta’ala.
Dan apabila Syaikh Abdul
Qodir berpakaian, beliau memakai pakaian yang serba indah, bagus dan mahal
harganya. Nilai kainnya seharga seharga 10(Sepuluh) dinar per elonya (0,688
m), dan tutup kepalanya seharga 70(Tujuh puluh)
ribu dinar. Terompahnya diteratas intan berlian dan jamrud. Paku terompahnya
terbuat dari perak.
Namun pakaian yang serba
mewah itu bila ada orang yang memerlukannya, saat itu juga beliau berikan.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
Manqobah Ke-33:
Syaikh Abdul Qodir Menyelamatkan Muridnya, Seorang Wanita Dari Pengkhianatan Lelaki Jahat
Syaikh Abdul Qodir Menyelamatkan Muridnya, Seorang Wanita Dari Pengkhianatan Lelaki Jahat
Diriwayatkan, di kota
Baghdad ada seorang wanita cantik. Sebelum ia menjadi murid Syaikh ‘Abdul Qodir, ada seorang
lelaki fasik, hidung belang, dan tuna susila menaruh perhatian pada wanita itu,
namun cintanya tidak dibalas. Lelaki itu pun tak henti-hentinya berusaha
mencari jalan untuk melakukan niat jahatnya.
Pada suatu hari, wanita itu
berangkat menuju sebuah gua di suatu gunung untuk berkholwat dengan tujuan
ibadah. Tanpa ia ketahui bahwa ia sedang diintai oleh lelaki tadi. Ketika
wanita itu tiba di dalam gua, si lelaki jahat itu masuk, dengan sekuat tenaga
ia mau memperkosa wanita itu, wanita itu pun berusaha menghindar dari kejahatan
lelaki tersebut sambil berteriak memanggil-manggil Syaikh Abdul Qodir : "Ya Syaikh
Tsaqolain, Ya Ghoutsal A'zhom, Ya Syaikh Abdul Qodir, tolonglah saya!",
demikianlah wanita itu bertawassul dan beristighotsah.
Waktu itu Syaikh sedang
mengambil air wudlu
untuk melaksanakan sholat di madrosahnya, lalu dilepasnya sepasang bakiak
Syaikh, dilemparkan kearah gua dan tepat mengenai kepala lelaki jahat itu. Di
kala laki-laki jahat itu akan melakukan aksinya, bertubi-tubi sepasang bakiak
memukul, menampar lelaki itu dengan pukulan-pukulan yang mematikan dan seketika
itu juga ia mati. Wanita itu segera mengambil sepasang bakiak milik Syaikh, lalu diserahkannya kepada
Syaikh. Kemudian ia mengucapkan terima kasih atas pertolongannya.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(DZULQO'DAH)
Manqobah
Ke-31:
Syaikh Abdul Qodir Berziarah Ke Makam Rosululloh Saw Dan Mencium Tangan Beliau
Syaikh Abdul Qodir Berziarah Ke Makam Rosululloh Saw Dan Mencium Tangan Beliau
Pada waktu Syaikh Abdul
Qodir berziarah ke makam Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam di
Madinah Munawwaroh, setibanya di sana beliau langsung masuk ke makam Rosululloh
Sholallohu alaihi wa
sallam yaitu
Hujroh Syarifah. Selama empat puluh hari beliau bermukim di hadapan
makam Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam, kedua
tangannya diletakkan pada dadanya sambil bermunajat mengharap Rohmat Alloh, menumpahkan isi
hati nuraninya dengan makna dari bait dibawah ini :
ذُنُوْبِي كَمَوْجِ الْبَحْرِ بَلْ هِيَ اَكْثَرُ ۞ كَمِثْلِ
الْجِبَالِ الشَّامِّ بَلْ هِيَ اَكْبَرُ
وَلَكِنَّهَا عِنْدَ الْكَرِيْمِ اِذَا عَفَا ۞ جُنَاحٌ مِنَ
الْبُعُوْضِ بَلْ هِيَ اَصْغَرُ
dzunubi kamaujil bahri bal
hiya aktsaru # kamitslil jibalis Syummi bal hiya akbaru
walakinnaha
'indal karimi idza 'afaa # janahum minal bu'uudhi bal hiya ashghoru
Artinya: "Besar
dosaku, seperti gulungan ombak dilaut, bahkan lebih besar;
Tinggi, setinggi puncak
gunung Syam, bahkan lebih tinggi lagi.
Namun
bila daku Kau ampuni ringan dosaku; Seringan sayap nyamuk, kecil bahkan sekecil
amat sangat".
Lalu beliau meneruskan
munajat pengharapannya dengan bait dibawah ini:
فِي حَاَلِة الْبُعْدِ رُوْحِي كُنْتُ اُرْسِلُهَا ۞ تُقَبِّلُ
الْأَرْضَ عَنِّي وَهِيَ نَائِبَتِي
وَهَذِهِ نَوْبَةُ الْأَشْبَاحِ قَدْ حَضَرَتْ ۞ فَامْدُدْ
يَمِيْنَكَ كَي تَحْظَى بِهَا شَفَتِي
fii
halatil bu'di ruuhii kuntu ursiluhaa # tuqobbilul ardho 'anni wahya naibaatii
Wahadzihi
naubatul asybaahi qod hadhorot # Famdud yamiinaka kai tahzho bihaa syafatii
Artinya: "Kala jauh
dari kekasih, ku utus roh pengganti diri, Ulurkan tanganmu kini kasih,
Kan kukecup sepuas hati,
untuk terima syafaat kekasih".
Selesai beliau meluapkan
isi hati nuraninya, tangan Rosululloh Sholallohu alaihi wa
sallam yang
mulia terulur keluar lalu dipegang, diciumnya sepuas hati dan diletakkan pada
ubun-ubun Syaikh.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(DZULHIJJAH)
Manqobah
Ke-8 :
Berlaku Benar Adalah Dasar Hidup Syaikh Abdul Qodir
Berlaku Benar Adalah Dasar Hidup Syaikh Abdul Qodir
Suatu
hari Syaikh Abdul Qodir ditanya oleh seorang muridnya, "Apakah pedoman
hidup tuan?".
عَلَى الصِّدْقِ وَمَا كَذِبْتُ قَطٌّ
'Alas
shidqi wa maa kadzibtu qoth-thu
Artinya
: "Benar pantang dusta."
Diriwayatkan waktu Syaikh
sampai usia delapan belas Tahun,
beliau pergi ke padang rumput mau menggembalakan seekor unta. Ditengah
perjalanan, unta
tersebut menoleh ke belakang dan berkata kepadanya : "Bukan begini
tujuan hidupmu dilahirkan ke dunia ini".
Dengan kata-kata unta ini,
Syaikh kembali ke rumahnya, beliau naik ke loteng menjumpai ibunya. lalu Syaikh
memohon kepada ibunya agar mengirimkannya ke Baghdad untut menuntut ilmu.
Ketika ibunya mendengar permohonan putranya itu, ia sangat setuju dan
mengijinkan Syaikh berangkat ke Baghdad. Dengan uang bekal empat
puluh dinar,
dimasukkan ke dalam baju putranya persis di bawah ketiak lalu dijahit agar
tidak hilang. Kemudian Syaikh Abdul Qodir disuruh menggabungkan diri bersama
suatu kafilah yang akan berangkat ke Baghdad. Ibunya berpesan kepada Syaikh
agar jangan berdusta dalam keadaan bagaimana pun.
Setelah kafilah berangkat
dan Syaikh Abdul Qodir di dalamnya, tatkala kafilah itu hampir memasuki kota
Baghdad, di suatu tempat, Hamdan namanya, tiba-tiba datang enam puluh
orang penyamun berkuda merampok kafilah itu habis-habisan. Semua perampok itu
tidak ada yang memperdulikan Syaikh Abdul Qodir karena beliau tampak begitu
sederhana. Mereka
mengira pemuda itu tidak mempunyai apa-apa.
Namun ada seorang dari
perampok itu bertanya kepanya, apa yang ia punya. Dijawabnya bahwa ia punya
uang empat puluh
dinar dijahit di bawah ketiak. Penyamun tidak percaya, lalu lapor kepada
pimpinannya apa yang telah ia dengar dari pemuda itu. Lalu diperintahkan kepada
penyamun tadi supaya pemuda itu dihadapkan kepadanya. Setelah Syaikh menghadap,
beliau ditanya oleh kepala perampok itu, "Benar apa yang kamu katakan
tadi ?", dijawab oleh
Syaikh, "Benar".
Lalu kepala penyamun itu
menyuruh mengiris jahitan bajunya. Dan keluarlah uang empat
puluh dinar. Melihat
uang itu, kepala penyamun menjadi keheran-heranan, kemudian menanyakan lagi
kepada Syaikh Abdul Qodir, apa sebabnya dia berkata yang sebenarnya. Dengan
tenang dijawab oleh Syaikh bahwa beliau berjanji kepada ibunya tidak akan
berkata dusta
kepada siapa pun dan dalam keadaan bagaimana pun.
Mendengar jawaban itu,
kepala penyamun tadi menangis tersedu-sedu karena ia merasa dalam hati kecilnya
bahwa ia selama hidupnya terus menerus telah melanggar perintah Tuhannya,
sedang seorang pemuda ini tidak berani melanggar janji terhadap ibunya.
Lalu sang kepala perampok
jatuh terduduk di kaki Syaikh ‘Abdul
Qodir dan menyesali dosa yang pernah dilakukannya. Dia berjanji dengan
sungguh-sungguh akan berhenti dari pekerjaan merampok yang diakuinya sendiri
sebagai perbuatan yang hina dan jahat. Kemudian kepala perampok tadi
dan anak buahnya mengembalikan semua barang rampokan tadi dan anak buahnya
mengembalikan semua barang rampokan kepada kafilah, perjalanan pun dilanjutkan
dengan selamat sampai ke Baghdad.
Anak buah perampok itu
seluruhnya mengikuti jejak langkah pemimpinnya dan kembalilah mereka dalam
masyarakat biasa mencari nafkah dengan halal dan jujur. Diriwayatkan bahwa ke enam puluh perampok ini menjadi murid pertama
Syaikh Abdul Qodir.
اللّٰهُمَّ
انْثُـرْعَلَيْهِ النَّفَحَاتِ وَالرِّضْوَانِ ، وَأَمِدَّنَا بِأَسْرَارِهِ فِى
كُلِّ وَقْتِ وَمَكَانِ
Allohumman Tsur ‘alaihin
Nafahaati war ridl waan, Wa-Amiddanaa bi Asroorihi Fii kulli Waqti Wa makaan.
(DOA MANAQIB)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اِلٰى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلأَوْلِيَاءِ
وَقُدْوَةِ اْلأَصْفِيَاءِ قُطْبِ الرَّبَّانِيِّ وَالْغَوْثِ الصَّمَدِيِّ
السَّيْدِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْـجَيْلَانِي قَدَّسَ اللّٰهُ سِرَّهُ،
اَلْـفَاتـِحَةْ ...
اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ .
اَللّٰهُمَّ بِأَسْمَائِكَ الْحُسْنَى وَبِأَسْمَاءِ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى
وَبِأَسْمَاءِ وَلِيِّكَ عَبْدِ الْقَادِرِ الْـمُجْتَبَى ، طَهِّرْ قُلُوْبَنَا
مِنْ كُلِّ وَصْفٍ يُبَاعِدُنَا عَنْ مُشَاهَدَتِكَ وَمَـحَبَّتِكَ وَاَمِتْنَا
عَلىَ السُّنَّةِ وَالْـجَمَاعَةِ ، وَشَرِّحْ بِهَا صُدُوْرَنَا وَيَسِّرْ بِهَا
أُمُوْرَنَا وَفَرِّجْ بِهَا هُمُوْمَنَا وَاكْشِفْ بِهَا غُمُوْمَنَا وَاغْفِرْ
بِهَا ذُنُوْبَنَا وَاقْضِ بِهَا دُيُوْنَنَا وَاصْلِحْ بِهَا اَحْوَالَنَا وَبَلِّغْ
بِهَا آمَالَنَا وَتَقَبَّلْ بِهَا تَوْبَتَنَا وَاغْسِلْ بِهَا حَوْبَتَنَا
وَانْصُرْ بِهَا حُجَّتَنَا وَاجْعَلْنَا بِهَا مِنَ الْمُتَّبِعِيْنَ
لِشَرِيْعَةِ نَبِيِّكَ الْمُتَّصِفِيْنَ بِمَـحَبَّتِهِ الْمُهْتَدِيْنَ
بِهَدْيِهِ وَسِيْرَتِهِ وَتَوَفَّنَا بِهَا عَلَى سُنَّتِهِ وَلَا تَحْرِمْنَا
فَضْلَ شَفَاعَتِهِ وَاحْشُرْنَا فِي زُمْرَتِهِ وَاَتْبَاعِهِ الْغُرِّ
الْـمُحَجِّلِيْنَ وَاَشْيَاعِهِ السَّابِقِيْنَ وَاَصْحَابِ الْيَمِيْنِ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ilaa
hadlroti Sulthoonil Auliyaa'i wa qudwatil ashfiyaa'i quthbir robbaanì wal
ghoutsush shomadaanii Sayyidis Sayyid Abdul Qodir Al Jailani, AL FAATIHAH …
Alloohumma sholli 'ala
Sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aali Sayyidina Muhammad. Amin. Alloohumma bi
Asmaa'i-Kal Husnaa wa bi asmaa'i nabiyyi-Kal Mushthofa wa bi asma'i waliyyika
Abdul Qodiril Mujtaba, thohhir quluubanaa min kulli washfiy yubaa'idunaa 'an
musyaahadati-Ka wa mahabbati-Ka wa amitnaa 'alas sunnati wal jamaa'ati, wa
syarrih bihaa shuduuronaa wa yassir bihaa umuuronaa wa farij bihaa humuumanaa
waksyif bihaa ghumuumanaa waghfir bihaa dzunuubanaa waqdli bihaa duyuunana wa
ashlih bihaa ahwaalanaa wa balligh bihaa aamalana wa taqobbal bihaa taubatanaa
waghshil bihaa haubatanaa wanshur bihaa hujjatanaa waj 'alnaa bihaa minal
muttabi'iina lisyarii'ati nabiyyi-Kal muttashifìna bi mahabbatihil muhtadiina
bihadyihii wa siirotihhii wa taffanaa bihaa 'ala sunnatihii wa laa tahrimnaa
fadlla syafaa 'atihì wahsyurnaa fì zumrotihi wa atbaa'ihil ghurril muhajjaliina
wa asy yaa'ihhis saabiqiina wa ash haabihil yamiini yaa Arhamar Roohimiina.
Artinya : Ya Alloh semoga disampaikan pahala bacaaan Al
Fatihah ini kehadapan sang pimpinan para Wali, panutan para Shufi, Soko guru Ketuhanan Penolong siapa saja yang bergantung
kepada yang Maha kaya, Tuannya Tuan, Abdul Qodir Al Jailani, AL FAATIHAH …
Ya Alloh, limpahkan
Rahmat serta Salam-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad serta keluarganya. Ya
Alloh, dengan semua nama-nama-Mu yang baik dan dengan semua nama Nabimu yang
terpilih, dan dengan semua nama Walimu Abdul Qodir yang terpilih dari para wali
pilihan, semoga
Engkau membersihkan hati kami dari semua sifat yang menjauhkan kami dari mushyahadah
ke pada-MU dan Mahabbah kepada-Mu dan wafatkanlah kami di dalam menetapi
Ahlussunnah wal Jamaah dan semoga Engkau melapangkan dada kami dan memudahkan
semuah urusan kami dan semoga Engkau menghilangkan semua penderitaan kami dan
semoga engkau melenyapkan semua kesedihan kami dan semoga Engkau mengampuni
semua dosa kami dan semoga engkau membayar hutang-hutang kami dan semoga engkau
memperbaiki gerak-gerik kami dan semoga Engkau menyampaikan cita-cita kami dan
semoga Engkau menerima taubat kami dan semoga Engkau memandikan kaum keluarga
kami dan semoga Engkau menjadikan kami dengan Nama-Nama Mulia itu termasuk
orang-orang yang mengikuti syariat Nabi-Mu yang memiliki sifat-sifat cinta
kepadanya yang mendapatkan petunjuknya serta perjalanannya dan semoga Engkau
wafatkan kami sedang dalam melaksanakan sunnahnya dan semoga engkau tidak
menghalangi kami untuk memperoleh keunggulan pertolongannya dan semoga Engkau
mengumpulkan kami bersama rombongannya serta semua pengikutnya yang cemerlang
serta golongannya yang terdahulu serta Ashabul Yamin, Wahai Zat Yang
Maha pengasih orang-orang yang mengasihi.
000
(
ilaa hadrotin Syeikh Abdulloh Mubarok
bin Nur Muhammad Ra, Al Fatihah : )
TANBIH
بِسْــمِ اللهِ الرَّحْمٰـنِ الرَّحِـيْمِ
Bismillahir rohmaanir rohiim.
بِسْــمِ اللهِ الرَّحْمٰـنِ الرَّحِـيْمِ
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Tanbih ini dari
Syaikhuna Almarhum Syeikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad, yang bersemayam di
Patapan Suryalaya Kejambaran Rohmaniyyah. Sabda
Beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria, wanita, tua, muda.
Semoga ada dalam kebahagiaan,
dikaruniai Alloh subhanahu wa ta’ala,
kebahagiaan yang kekal dan abadi, dan semoga tak akan timbul keretakan dalam
lingkungan kita sekalian. Pun pula semoga pimpinan Negara bertambah kemulian
dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam
keadaan aman, adil, makmur, zhohir dan bathin.
Pun kami tempat orang bertanya tentang Thoriqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya menghaturkan dengan tulus ikhlas.
Pun kami tempat orang bertanya tentang Thoriqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya menghaturkan dengan tulus ikhlas.
Wasiat kepada segenap murid-murid,
berhati-hatilah dalam segala hal, jangan sampai berbuat yang bertentangan
dengan peraturan Agama dan Negara.
Ta’atilah kedua-duanya tadi
sepantasnya, demikian sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat
mewujudkan kerelaan terhadap Agama dan Negara, ta’at kahadirat Ilahi
yang membuktikan perintah Agama dan Negara.
Insyafilah, hai murid-murid
sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan syetan,
waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah Agama dan Negara, agar
dapat meneliti diri kalau-kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu
meyelinap dalam hati sanubari kita semua.
Lebih baik buktikan kebajikan yang
timbul dari kesucian :
1. Terhadap
orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik zhohir maupun bathin harus
kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun saling harga menghargai.
2. Terhadap
sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi
persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotongroyong dalam
melaksanakan perintah Agama dan Negara, jangan sampai terjadi
perselisihan dan persengketaan, jangan sampai kita terkena Firman-Nya : “ADZABUN ALIM” yang berarti duka nestapa
untuk selama-lamanya dari dunia sampai akhirat ‘badan payah hati susah’.
3. Terhadap
orang-orang yang keadaannya dibawah
kita, janganlah hendak menghinakan atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh,
sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran agar meraka merasa senang dan
gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat
hatinya, sebaliknya harus dituntun, dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut
yang akan memberikan keinsyafan dalam menginjak jalan kebajikan.
4. Terhadap
faqir miskin harus kasih sayang, ramah tamah, serta bermanis budi, bersikap
murah tangan mencerminkan bahwa hati kita sadar, coba rasakan diri kita
pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh hanya
diri sendiri lah yang senang, karena mereka jadi fakir miskin itu bukan kehendaknya
sendiri, namun itulah Kudrat Tuhan.
Demikianlah
sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran meskipun terhadap orang asing
karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam As, mengingat ayat 70 Suroh Al Isro
yang artinya : “Sangat Kami muliakan
keturunan Adam 'Alaihis sallam dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan,
dan Kami beri mereka rizki yang baik-baik, juga Kami
mengutamakan meraka lebih utama dari makhluk lainnya”.
Kesimpulan dari ayat ini bahwa kita
sekalian seharusnya saling harga menghargai jangan timbul kekecewaan mengingat
Suroh Al Maidah yang artinya : “Hendaklah
tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan
sungguh-sungguh terhadap Agama dan Negara,
sebaliknya jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap
perintah Agama dan Negara”.
Adapun soal keagamaan itu terserah
agamanya masing-masing mengingat suroh Al Kafirun ayat 6 : “Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”. Maksudnya jangan terjadi
perselisihan, wajiblah kita hidup rukun saling harga menghargai tetapi
janganlah ikut campur”.
Cobalah renungkan pepatah leluhur
kita : “Hendaklah kita bersikap budiman
tertib dan damai andaikan tidak demikian pasti sesal dahulu pendapatan sesal
kemudian tak berguna, karena yang menyebabkan penderitaan diri peribadi itu
adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri”.
Dalam suroh An Nahl ayat 112
diterangkan bahwa : “Tuhan Yang Maha Esa
telah memberikan beberapa contoh yakni tempat maupun kampung, desa maupun
Negara yang dahulu aman dan tentram gemah lipah loh jinawi, namum penduduknya
/penghuninya mengingkari ni’mat-ni’mat Alloh maka lalu berkecambuklah bencana
kelaparan penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka
sendiri.
Oleh karena demikian hendaklah
segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh guna
kebaikkan zhohir dan bathin, dunia dan akhirat, supaya hati tentram jasad
nyaman jangan sekali-kali timbul persengketaan tidak lain tujuannya Budi Utama
Jasmani Sempurna (Cageur Bageur).
Tiada lain amalan kita Thoriqoh
Qodiriyyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya amalkan sebaik-baiknya
guna mencapai segala kebaikan menjauhi segala kejahatan zhohir bathin yang
bertalian dengan jasmani dan rohani yang selalu diselimbuti bujukan nafsu
digoda oleh perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid agar mencapai keselamatan dunia dan akhirat, aamiin.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid agar mencapai keselamatan dunia dan akhirat, aamiin.
Patapan Suryalaya, 13 februari 1956.
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan.
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan.
Tertanda
Syeikh Ahmad Shohibul Wafa
Tajul’Arifin Qs.
( ilaa hadrotin Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’Arifin Qs, Al Fatihah : )
Untaian Mutiara :
1.
Jangan
Benci Kepada Ulama Yang Sezaman.
2.
Jangan
Menyalahkan Kepada Pengajaran Orang Lain.
3.
Jangan Memeriksa Murid Orang Lain.
4.
Jangan
Berubah Sikap Meskipun
Disakiti Orang Lain.
5. Mesti Menyayangi Orang Yang Membenci Kepadamu.
( Bibarokati Syeikh Muhammad Abdul Gaos
Saefulloh Maslul, Al fatihah : )
000
KITAB MANAQIB SYAIKH ‘ABDUL QODIR AL JAILANI Qoddasallohu Sirruhu.
Website : http:/abdrauf-alhijaz.blogspot.co.id/2014/12/kitab-manaqib-syeikh-abdul-qodir-al.html
000