Langsung ke konten utama

Syukur Atas Nikmat Yang Tak Terhingga

Syukur Atas Nikmat Yang Tak Terhingga
Syukur (Syukr) yaitu suatu ungkapan baik saat menerima nikmat. Ungkapan syukur itu dapat dinyatakan dengan lisan, tangan, atau hati(qolbu).
Dapat dikatakan, bahwa pujian terhadap orang yang berbuat baik adalah dengan menyebut-nyebut kebaikkannya. Oleh karena itu, seorang hamba yang bersyukur kepada Alloh, berarti ia selalu memuji –muji-Nya ketika menerima kebaikkan-Nya melalui ketaatan kepada-Nya.
Adapun pengertian syukur secara bahasa (Lughowi) adalah suatu sifat yang baik dalam rangka pengagungan serta memuliakan atas nikmat yang telah diberikan, baik secara lisan, hati(qolbu), ataupun anggota badan. Dengan pengertian kebiasaan (‘Urfi), syukur berarti menggunakan segala nikmat yang telah Alloh berikan, dari pandangan, penglihatan dan yang lainnya, sesuai dengan untuk apa nikmat itu diciptakan.
Rosululloh Sholallohu Alaihi Wa sallam, bersabda :
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ
“Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia maka dia tidak akan pernah bisa bersyukur kepada Alloh”
Juga dalam Sabdanya yang lain :
مَنْ لَمْ يَشْكُرْ بِالْقَلِيْلِ لَمْ يَشْكُرْ بِالْكَثِيْرِ
“Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada yang sedikit dia tidak akan bersyukur kepada nikmat yang banyak”
Alloh Subahanahu Wa ta’ala berfirman didalam Al Qur’an :
وَاِنْ تَشْكُرُوْ ابَرْضَهُ لَكُمْ وَلَاتَزِرُوَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى
“Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia me-Ridloi bagimu kesyukuran itu, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa yang lain” (QS. Az Zumar : 7)
Juga dalam Firman-Nya yang lain :
مَا يَفْعَلُ اللهُ بِعَذَا بِكُمْ اِنْ شَكَرْتُمْ وَاٰمَنْتُمْ
“Mengapa Alloh menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman” (QS. An Nisa : 147)
Juga dalam Firman-Nya yang lain :
 وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَايَشْكُرُوْنَ
“Dan akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak bersyukur” (QS. Al Baqoroh : 243)
Juga dalam Firman-Nya yang lain :
بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِّنَ الشّٰكِرِيْنَ
Karena itu, maka hendaklah Alloh saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS. Az Zumar : 66).
Dan sebagian dari syukur itu adalah memohon kepada Alloh (berDoa kepada-Nya) dan Hakikat dari itu adalah mensyukuri nikmat yang ada ditangannya (mensyukuri nikmat yang sudah diterimanya).
Syeikh Abdul Qodir Al Jailani Qs, bersabda :
“Dan barangsiapa banyak nikmat hartanya dan mensyukurinya, akan ditambahkan nikmat tersebut dari Yang Maha Pemberi Nikmat sesuai dengan yang dijanjikan dalam Kitab-Nya”
Alloh Subnahu wa ta’ala berfirman dalam Al Qur’an :
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِى لَشَدِيْدٌ
“Jika kamu bersyukur pasti Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrohim : 7)
Bersyukur yang seperti apa yang bisa menambah kenikmatan ? Imam Asy-Syaukani menjelaskan bahwa sumber untuk mensyukuri nikmat Alloh itu ada 3(tiga), yaitu : (1) Hati (2) Lisan /Ucapan (3) Perbuatan. Alloh akan menambah kenikmatan kepada seorang hamba, jika ia mensyukuri (mengagungkan serta memuliakan atas nikmat yang telah diberikan) dengan ucapan, hati serta perbuatan.

1. Bersyukur (mengagungkan serta memuliakan atas nikmat yang telah diberikan) dengan hati(qolbu).
Imam Ibnul-Qayyim mengistilahkannya dengan :
"Al-I'tirofu Biha Bathinan"
Artinya : "Mengakui nikmat tersebut secara batin".
Maknanya, hatinya harus benar-benar mengakui bahwa nikmat-nikmat itu semua semata-mata pemberian dari Alloh. Bersyukur dengan qolbu lebih sulit daripada bersyukur dengan lisan dan ucapan. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal ini,
sabda Beliau :
"Liyattakhidz Ahadukum Qolban Syakiran.."
Artinya : "Hendaklah tiap seseorang diantara kalian berusaha membuat hatinya selalu bersyukur...".
Bersyukur dengan memperbanyak berdzikir, yaitu banyak mengingat dan menyebut nama Alloh.
sebagaimana firman-Nya:
"Fadzkuruni Adzkurkum, Wasy-Kuruli Wa La Takfurun"
Artinya : "Maka berdzikirlah (ingatlah) kalian kepada-Ku, maka Aku pun akan mengingat kalian, dan  bersyukurlah kepada.-Ku, dan jangan mengingkari nikmat-Ku. (Surah Al-Baqoroh : 152).
Disebutkan bahwa Nabi Musa ‘Alaihis sallam pernah bertanya kepada Alloh :
"Wahai Robb-ku, bagaimanakah cara aku bersyukur kepada Mu". Maka Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menjawab :"Tadzkuruni Wa La Tansani, Fa-Idza Dzakartani Faqad Syakartani, Wa Idza Nasitani Faqad Kafartani" Artinya : "Berdzikirlah (Ingatlah) engkau senantiasa kepada-Ku,  jangan engkau lalai (lupa) dari mengingat-Ku. Maka jika engkau senantiasa berdzikir kepada-ku, berarti engkau bersyukur kepada-Ku, dan jika engkau lalai (lupa) dari mengingat-Ku, maka berarti engkau mengingkari nikmat-Ku.
Jadi Kesimpulannya, banyak berdzikir kepada Alloh akan mendorong hati  bersyukur kepada nikmat Alloh. Inilah pengikat nikmat yang pertama yaitu bersyukur dengan qolbu.

2. Bersyukur (mengagungkan serta memuliakan atas nikmat yang telah diberikan) dengan lisan(ucapan) yaitu, Pada dasarnya manusia tidak akan mampu mensyukuri nikmat Alloh yang begitu banyak, dan tak terhitung(yang tak terhingga),
sebagaimana firman-Nya :
وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوْ هَا
Artinya : "Jika kalian mencoba menghitung nikmat Alloh, pasti kalian tidak bisa menghitungnya" (Suroh Ibrohim ayat : 34).
 
Karena itu Alloh memberikan kalimat yang luar biasa , yaitu:  Al-Hamdulillah.
Ibnu 'Abbas mengatakan :
"Al-Hamdulillah Kalimatusy-Syukri"
Artinya :"Al-Hamdulillah adalah kalimat untuk bersyukur".
Yaitu, dengan ucapan Al-Hamdulillah, seseorang sudah dapat disebut bersyukur atau mensyukuri dan menghargai, mengagungkan serta memuliakan nikmat Alloh. Dan inilah yang disebut bersyukur dengan lisan(ucapan).
Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Ma An'amallahu 'ala 'Abdin...
Artinya: "Tidaklah Alloh memberi suatu kenikmatan kepada seseorang, lalu ia mengucapkan Al-Hamdulillah, melainkan ucapan hamdalahnya itu lebih istimewa (afdlol) dari nikmat tersebut".(H.R.Ath-Thobrani).
Ketika seorang hamba mendapat nikmat, lalu ia mengucapkan Al-Hamdulillah, maka nilai ucapan itu lebih besar dan lebih dahsyat dari nikmat yang dia peroleh. Inilah kehebatan kalimat " Al-Hamdulillah ".

3. Bersyukur (menghargai, mengagungkan serta memuliakan atas nikmat yang telah diberikan) dengan perbuatan. Ibnul-Qayyim mengatakan ada dua cara menghargai nikmat dengan perbuatan,  pertama: menceritakan nikmat tersebut, dan kedua: menggunakan nikmat tersebut untuk hal yang diridloi Alloh (tidak menggunakan nikmat dari Alloh itu untuk maksiat kepada Alloh).
Yang pertama dalilnya surah Adh-Dluha ayat 11 :
Wa Amma Bini'mati Rabbika Fahaddits
Artinya : "Adapun dengan nikmat Robb-mu, maka ceritakanlah".
Menceritakan nikmat Alloh itu, ialah dalam rangka ingin berbagi bukan untuk pamer atau riya.
Dan yang kedua dalilnya surah Al-Qoshosh ayat 77 :
"Wab-taghu Fima Atakallahud-Darul-Akhirah Wa La Tansa Nashibaka Minad-Dun-ya"
Artinya : "Dan carilah dengan apa yang Alloh anugerahkan kepada-mu (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan kamu lupakan  bagian-mu dari (kenikmatan) dunia.
Ayat ini dengan jelas memerintahkan menggunakan potensi-potensi nikmat yang Alloh berikan, seperti harta, kesehatan, ilmu dan lain sebagainya untuk mencari kebahagiaan akhirat, bukan untuk bermaksiat kepada Alloh. Namun ayat ini juga mengingatkan untuk tidak melupakan bagian kenikmatan dunia, yaitu kenikmatan-kenikmatan yang dihalalkan oleh Alloh. Dan orang yang menggunakan potensi-potensi nikmat untuk mencari akhirat akan memperoleh keutamaan yang luar biasa.
Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Wa Man Kanatil-Akhiratu Niyatuhu Jama'allahu Lahu Amrahu, Wa Ja'ala Ghinahu Fi Qolbihi, Wa Atathud-Dun-ya Wa Hiya Raghimatun"
artinya: "Siapa-saja yang niatnya mencari akhirat,maka Alloh akan menyelesaikan semua persoalannya, dan menjadikan kekayaan di hatinya dan Dunia pun akan datang kepada.nya dengan menunduk". (H.R. Ibnu Majah).
Inilah makna bersyukur atau mensyukuri mengagungkan serta memuliakan atas nikmat yang telah diberikan)  yang sesungguhnya yaitu dengan hati(qolbu), lisan serta perbuatan. Ibnul-Qayyim berkata:
"Fa-idza Fa'ala Dzalika Faqad Syakaraha"
Artinya : "Siapa-saja yang telah melakukan ke tiga hal ini, maka ia benar- benar telah bersyukur".

NIKMAT DZIKIR
Dzikir itu adalah nikmat, dan nikmat dzikir itu adalah nikmat yang tak terhingga.
Ini sesuai dengan yang disabdakan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam :
الذِّكْرُ نِعْمَةُ مِنَ اللهِ تَعَلَى فَأَدُّوا شُكْرَهَا
Artinya : “Dzikir adalah nikmat yang datangnya dari Alloh, maka tunaikanlah Dzikir tersebut  sebagai bentuk rasa syukur mu kepada Alloh”.
Maka menunaikan dzikir dalam rangka mensyukuri nikmat-Nya, ini sesuai dengan firman Alloh :
“Bersyukurlah kamu kepada Ku, janganlah kamu kufur”.
Kenapa dikaitkan kalimat bersyukur juga kalimat janganlah kufur. Karena nikmat Alloh itu tidak terbatas banyaknya , inilah nikmat Alloh yang sangat banyak tak terhingga seperti Lautan Tanpa Tepi. Sedangkan syukur kita kepada Alloh yang sangat terbatas (sangat sedikit). Maka para ikhwan Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya oleh Syeikh Mursyidnya,  dibimbingkan untuk  : Sholat Syukur Nikmat yang tidak terbatas
Sehingga sesuai dengan Firman Alloh : “Bersyukurlah kamu kepada Ku, janganlah kamu kufur kepada Ku”.
Jadi jika kita dapat mengukur syukur kita ini, bagaikan satu tetes air yang ada dilautan, sedangkan nikmat Alloh itu bagaikan air dilautan tanpa tepi (nikmatnya sangatlah berlimpah tak terhingga). Jika dibandingkan dengan keseimbangan sangatlah timpang (sangat tidak seimbang) antara syukur dan nikmat-Nya. Maka dengan bimbingan dari Syeikh Mursyid, syukur kita dapat  terus ditingkatkan, inilah kita dibimbingkan :  Sholat Syukur Nikmat Yang Sangat Tidak Terbatas. Agar kita tidak terbatas syukurnya kita kepada Alloh, baik itu secara lisan, secara badan(secara perbuatan) dan secara hati(qolbu).
Alhamdulllah, apabila sudah tercapai hal ini, maka maka kita tidak akan kufur nikmat, karena Alloh firmankan dalam Hadit Qudsi :
“Wahai Ibnu Adam, apabila engkau dzikir kepada-Ku maka engkau bersyukur kepada-KU, apabila engkau lupa kepada Ku maka engkau kufur kepada-Ku”.
Inilah kita semua bersyukur yang tak terhingga, hingga dapat bertemu dengan Guru Mursyid. Maka syukur kita kepada Alloh dengan di bimbingkannya sholat syukur nikmat.  Yang Beliau di Ilhamkan oleh Alloh ketika ada dalam Perjalanan Safari Manaqib di Turki, (Turki itu terletak ada di bumi pertengahan antara Asia dan Eropa).
Inilah syukur nikmat kita menjadi ringkasan surat Ibrohim ayat 34 :
وَاٰتٰكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَأَ لْتُمُوْهُ ، وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوْ هَا اِنَّ اْلاِ نْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
“dan Dia (Alloh) telah memberikan kepada kalian dari setiap apa yang kalian mohonkan kepada-Nya , Dan jika kalian menghitung nikmat Alloh (maka) tidaklah akan mampu menghitungnya, sesungguhnya manusia itu sangat zholim (pada dirinya) dan sangat ingkar (terhadap nikmat-nikmat Alloh)”.
Agar kita dapat mensyukuri nikmat yang tidak terbatas, karena memang nikmat Alloh itu tidak terbatas.
Syukur yang sudah di bimbingkan oleh Syeikh Mursyid,  dengan secara lisan, badan serta qolbu. Seperti halnya juga kita berdzikir kepada Alloh secara lisan, badan  serta qolbu, karena dzikir itu adalah Syukur.
Syukur secara umum adalah seorang hamba mendaya-gunakan nikmat-nikmat yang diberikan oleh Alloh tidak untuk maksiat.
Oleh Para Ulama juga membagikan ada syukur secara lisan, syukur badan  dan syukur qolbu.
Ketika ada syukur karena sudah menerima nikmat itu hal yang biasa. Tetapi  ada syukur  yang lebih khusus lagi yaitu  Syukur Mun’im  yaitu syukur kepada pemberi nikmat-Nya. Ketika syukur dengan keberadaan nikmat itu memang sudah seharusnya, tetapi bagaimana  tetap bersyukur dengan katiadaan nikmat ?.
Ibnu Ajibah didalam kitab Iqodzul Imam menerangkan : “Syukur kepada Mun’im ini adalah syukur kepada yang memberi nikmat-Nya, ini sesuai dengan yang disabdakan Rosul didalam hadits.
Kita memuji Alloh didalam setiap keadaan dan didalam keadaan apapun. Bersyukur ketika mendapatkan nikmat maupun bersyukur didalam keadaan mendapat musibah, tetap saja dapat bersyukur. Syukur kepada Mun’im adalah syukur yang lebih khusus, yaitu bersyukur bukan hanya karena sedang mendapatkan nikmat saja.
Ada yang pernah didapati dalam sebuah kisah : seseorang mendatangi Imam Junaid, seseorang itu membawa sedekah yang banyak, saat itu Syeikh Junaid sedang berdzikir bersama murid-muridnya, lalu seseorang itu mengantarkan sedekahnya kepada Syeikh Junaid, lalu Syeikh Junaid bertanya : “Wahai saudara, apakah engkau memberikan sedekah ini mengharapkan nikmat yang lebih besar lagi dari Alloh ?”, dan seseorang itupun menjawab : “ya..,saya berharap mendapat karunia Alloh yang lebih besar lagi”, Lalu ditanya kembali oleh Imam Junaid : “Apakah persediaan uang mu dirumah itu masih banyak ?”,  seseorang itu kembali menjawab : “Iya, persediaan uangku masih banyak”,  Syeikh Junaid kembali mengatakan : “Jadi kamu bersedekah ini untuk mendapatkan lebih banyak lagi harta mu”, dan Syeikh Junaid lanjut mengatakan : “Kalau begitu bawa kembali sedekah mu ini, karena kamu bersyukurnya bukan karena Alloh, tetapi hanya mencari nikmat yang lebih besar lagi”.
Jadi pemahaman tersebut, ini menegaskan syukur itu bukan kepada nikmatnya tetapi syukur itu kepada yang memberi nikmat-Nya.
Didalam keadaan apapun tetap saja bersyukur. Didalam keadaan kaya tetap bersyukur, didalam keadaan susah pun  tetap saja bersyukur. Didalam keadaan sehat bersyukur didalam keadaan sakit tetap saja bersyukur. Didalam orang memujinya pun tetap bersyukur didalam orang mencelanya pun tetap bersyukur. Karena kita mensyukuri yang mempunyai nikmat-Nya.
Dan kita sudah di bimbingkan oleh Syeikh Mursyid itulah syukur yang paling tinggi, syukur dengan lisan, syukur dengan anggota badan dan syukur hati( qolbu).
Inilah yang di Firmankan Oleh Alloh :
“Sedikit sekali dari hamba Ku yang bersyukur”,
Kita dibimbingkan oleh Guru Mursyid kita untuk banyak bersyukur, seperti kita diajarkan untuk sholat syukur nikmat dengan sujud syukurnya. Agar kita selalu mensyukuri nikmat itu dari seluruh arah.
Didalam doa sujud Syukurnya :
اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ أَمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِى خَلَقَهُ وَ صَوَّرَهُ فَأَحْسَنَ صُورَتَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنَ اْلخَا لِقِيْنَ
 Maknanya :
Allohumma Laka sajahtu, Yaa Alloh, hanya kepada-Mu kami sujud. Kenapa demikian ? karena banyak makhluk yang tidak mau ber sujud kepada Alloh, maka kita memohonkan dan menyakini tidak ada yang di sujudi selain hanya kepada Alloh saja.
Wa Bika Aamantu, hanya kepada Mu kami ber-Iman. Karena disebutkan Iman itu ada Iman haq dan ada Iman bathil. Maka kita memohon untuk Iman yang haq, inilah iman yang selalu bertambah diatas Iman yang sudah ada, yang sudah ditanamkan dengan terus dipupuk dan disiram.
Wa Laka Aslamtu, hanya kepada-Mu kami berpasrah. Setelah kita belajar dzikir kita sudah tidak lagi berkeluh kesah, sudah dapat menerima apa adanya.  
Sajada Waj hiya lilladzii Kholaqohu Wa Showwarohu Fa ah sana Shurotahu, bersujud kepada Alloh yang menciptakan, dengan memberikan rupa yang baik(indah) ini. Semua kita tidak pernah meminta, itu semua Alloh yang memberikannya, karena Alloh menegaskan : “Alloh memberikan dari yang kamu minta dan dari apa yang kamu tidak minta”. Jadi banyak rizki dari Alloh yang berlimpah, yang kita tidak pernah memintanya. Seperti kita ada hadir dimuka bumi ini kita tidak pernah memintanya, wajah, rambut dan lain sebagainya yang indah itu semua kita tidak pernah memintanya. Ketika kita lahir disediakan susu ibu yang semua itu kita tidak pernah meminta dan semuanya sudah disediakan. Itulah nikmat dari Alloh itu berlimpah dan sangat banyak dan kita harus lebih banyak mensyukuri lebih banyak lagi. 
Wa Syaqqo sam’ahu Wa Bashorohu, Alloh yang telah membukakan pendengaran kita, dan membukakan penglihatan kita. Ini yang disebut itu hanya dua rongga tetapi ini mewakili semua rongga, karena didalam kitab diterangkan ada 12(dua belas) rongga didalam diri kita(manusia) :  7(tujuh) rongga ada di kepada dan 5(lima) rongga ada di badan .
Rongga 7(Tujuh) di kepala adalah : ( dua rongga telinga, dua mata, dua rongga hidung,  satu mulut ). Dan 5 rongga di badan adalah : ( dua puting susu, satu lubang pusar, dua lubang depan dan belakang ).
Inilah rongga yang menjadi sumber dosa, maka jika kita berdzikir dengan “Laa illaha Illalloh” maka menutup semua rongga-rongga yang ada 12(dua belas) rongga Lathifah zhohir. Ucapan : “Laa”, dengan menutup rongga bagian tengah ( dua lubang depan dan belakang, satu lubang pusar, dan satu mulut ) dan “Illaha” dengan menutup rongga bagian kanan ( satu rongga telinga kanan, satu rongga mata kanan, satu rongga lubang hidung bagian kanan, satu  lubang puting susu bagian kanan ), dan “Illalloh” dengan menutup rongga bagian kiri ( satu rongga telinga kiri, satu rongga mata kiri, satu rongga lubang hidung bagian kiri, satu lubang puting susu bagian kiri ). Ini baru menutup rongga yang zhohir.
Maka Qolbu juga dibukakan juga oleh Alloh untuk menerima dzikir, dari umat Islam yang menerima dzikir hanya sedikit, dan kita bersyukur sudah dibukakan hati(qolbu)nya untuk dapat mengingat Alloh.  
Fatabaarokallohu Ahsanal Kholiqiina, Maha Suci Alloh dengan sebaik-baik Yang Menciptakan. Dengan secara ciptaan khuluq itu muka kita dan ciptaan secara ruhani adalah qolbu kita ini lah hati kita yang selalu berdzikir kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Karunia yang paling besar dari Alloh melalui Pengersa Guru Mursyid adalah kita diberi alat syukur kepada Alloh . Sehingga dapat selalu meningkatkan syukur kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Semoga kita semua terus bertambah-tambah syukur nya kepada Alloh.
Semoga bermanfaat.
000

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Robithoh

Robithoh Robithoh, dapat diartikan hubungan antara yang menghubungi dari yang dihubungi. Seperti hubungan :  antara anak dengan orang tuanya. Antara guru dengan muridnya. Antara mahasiswa dengan dosennya. Antara menantu dengan mertuanya. Antara pedagang eceran dengan agen besarnya. Antara santri dengan kiayinya. Antara saudara dengan saudaranya. Antara teman dengan temannya. Antara rakyat dengan pemimpinnya. Antara bawahan dengan atasannya. Antara upline dengan downline-nya. Antara kita ummat dengan Nabinya. Antara kita hamba dengan Alloh Subhanahu wa ta’ala . Adapun hubungan itu, ada hubungan langsung juga ada hubungan tidak langsung. Adapun Robithoh wajib itu, seperti ummat Islam melaksanakan sholat dengan menghadap kiblat. Kiblat itu penghubung antara orang yang Sholat dengan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau tidak menghadap Kiblat, maka sholatnya tidak akan syah. Jadi untuk melakukan yang wajib maka wajib dengan Robithoh tersebut ( menghadap kilat ) . Itulah Sya

Tidak Ada Yang Kebetulan

DI DUNIA INI TIDAK ADA YANG KEBETULAN === Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala : “ Dan pada Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata ( Lauh Mahfudz )" ( Surat Al-An'am : 59 ). Tiada sesuatu yang kebetulan. Karena Alloh telah menegaskan bahwa tidak ada satu pun yang terlepas dari kudrot, irodat, dan ilmu Alloh. Segalanya yang terjadi bahkan yang akan terjadi telah tercatat di lauh mahfudz. Ayat tsb diatas menegaskan bahwa segalanya ada dibawah kehendak & ilmu Alloh, Dan semuanya sudah tercatat di lauh mahfudz. Sering kita mendengar percakapan sehari-hari yang mengatakan, “ Kebetulan ketemu disini ”, “ Kebetulan ada yang memberi”, “K ebetulan sekali h

Pentingnya Berwasilah

Pentingnya Berwasilah Oleh : Renandhi Wira Fitra, S.H.I. Ikhwan TQN PPS dari Kota Depok. Setiap diri yang memiliki niat dan cita cita untuk sampai(Wushul) kepada Alloh sudah PASTI akan membutuhkan WASILAH ( perantara). Hal ini sebagaimana firman Alloh Swt : “ Hai orang orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Alloh dan carilah wasilah dalam mencapai ketaqwaan itu ....” ( QS. Al-Maidah : 35 ) Dalam ayat tersebut kalimat wabtaghu menggunakan fi’il amar/kata perintah yang menandakan khitab /seruan bagi orang beriman bahwa mencari wasilah itu adalah kewajiban...kenapa wajib ? karena memang manusia membutuhkannya..! Jadi dengan adanya wasilah bagi setiap hamba itu adalah mutlaq suatu KEBUTUHAN, selain berdasarkan dari dalil ayat tersebut juga berdasarkan kepada tabiat manusia yang selalu membutuhkan bantuan dalam medapatkan sesuatu, sehingga menolak adanya wasilah maka itu bertentangan dengan Hukum Alloh dan fitrah manusia itu sendiri. Wasilah adalah perantara yang