Langsung ke konten utama

kegagalan manusia menjadi baik


Faktor Kesalahan ( Kegagalan ) Manusia Menjadi Baik.
Pada dasarnya fitrah manusia menginginkan menjadi orang baik. Tidak ada orang yang bercita-cita menjadi seorang penjahat ( ahli maksiat ). Pasti setiap manusia menginginkan menjadi orang baik, tetapi ada yang sukses menjadi orang baik dan juga ada yang gagal menjadi orang baik. Orang yang gagal menjadi orang baik itu ada dua faktor yang menyebabkan dia gagal menjadi orang baik.
I.                 Faktor Pertama, seseorang gagal menjadi orang yang baik karena masih memiliki tiga sifat, selama masih memiliki salah satu dari tiga sifat tersebut dia akan sulit menjadi orang baik, adapun sifat-sifat itu adalah :
1.Sifat Takabur ( Sombong ).
Karena masih mempunyai sifat inilah walaupun dia pintar dan rajin ibadahnya, tetapi jika masih memiliki sifat Takabur ( sombong ) sulit untuk menjadi orang baik. Seperti Iblis yang mempunyai sifat sombong walaupun Iblis sudah mendapatkan tempat yang utama disisi Alloh. kedudukan itu diperoleh selama 185.000 Tahun, dipergunakan untuk berbakti kehadirat Alloh. Prestasi ibadahnya sungguh luar biasa yang jauh melampaui seluruh malaikat. Kwalitas mujahadahnya, ia dipercaya Alloh selama 40.000 Tahun untuk menjadi juru kunci surga, 80.000 Tahun beribadah bersama-sama malaikat, 20.000 Tahun menjadi dosennya para malaikat, 30.000 Tahun menjadi Imamnya malaikat Karubiyyin, 40.000 Tahun berThowaf mengelilingi Arsy, 1.000 Tahun menjadi pemimpin segala ruh.
Hingga akhirnya Alloh menguji pengabdiannya. Dengan memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam, makhluk yang baru saja diciptakan. Maka semuanya pun bersujud kecuali Iblis. Iblis enggan untuk melakukannya karena tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Yang berasa dirinya lebih baik, merasa lebih mulia daripada Adam. Yang diabadikan didalam Al Qur’an surat Al A’rof ayat 11,12 &13.
وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ

 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami perintahkan kepada para malaikat : "Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.”
“Allah berfirman : "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud ( kepada Adam ) di waktu Aku memerintahkanmu ?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". 
“Allah berfirman : "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". 
Begitulah hingga Akhirnya Iblis terlempar dari kehadirat Alloh karena kesombongannya, begitu juga para pengikut-pengikut setianya seperti Fir’aun dan kaum bani Israil.
Sikap Fir’aun yang menolak ajakan Nabi Musa alaihis salam yang diabadikan didalam Al Qur’an surat Asy Syu’aro ayat 23-29.
Fir’aun bertanya : “Siapa Tuhan alam semesta ini ?, Musa menjawab : “Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang diantara keduanya ( itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian mempercayainya”,  berkata Fir’aun kepada orang yang berada disekelilingnya : Apakah kamu mendengarkan ?” Musa berkata pula : “Tuhan kamu dan juga Tuhan nenek moyang kamu terdahulu”, Fir’aun berkata : “Sesungguhnya Rosulmu yang di utus kepada kamu sekalian benar-benar gila” Musa berkata : “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa-apa yang diantara keduanya ( itulah Tuhanmu ) jika kamu menggunakan akal”, Fir’aun berkata : “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku kan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”.
Sifat sombong adalah sifat yang harus di waspadai yang menggagalkan kita menjadi orang baik,
Sayyidina Ali bin Abi Tholib kw, menegaskan : “Tidaklah maksiat menjadikan kamu seseorang  yang kufur, Sesungguhnya yang menjadikan manusia kufur adalah karena sombong, dendam dan tidak mau hormat”.
2.Sifat Serakah.
Sifat inilah yang menggagalkan seseorang untuk menjadi baik, yaitu sifat yang ingin menguasai yang bukan haknya.Kegagalan ini yang pernah dialami oleh Nabi Adam ‘alaihis salam, ketika Adam dan istrinya menempati surga, Alloh membolehkan mereka untuk bersenang-senang dengan segala apa saja yang ada di dalam surga, kecuali hanya satu pohon yang jangankan dimakan, didekati pun tidak dibolehkan. Yang di abadikan didalam Al Qur’an :
Dan Allah berfirman) : "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua ( buah-buahan ) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang dzolim".
 (QS. Al-A’rof : 19).
Dengan kelihaian tipu daya iblis, semua fasilitas yang sudah disediakan oleh Alloh di surga masih terasa kurang, hingga ingin menguasai yang bukan haknya, yang akhirnya membuat Adam dan istrinya melanggar larangan Alloh, hingga akhirnya terusir dari surga.

3.Sifat Iri Dengki.
Sifat seperti inilah yang menggagalkan seseorang menjadi baik. Seperti yang pernah dialami oleh Qobil yang karena iri hatinya hingga sampai membunuh saudaranya sendiri Habil. Kisah ini seperti apa yang sudah diabadikan didalam Al Qur’an surat Al Maidah ayat 27-31.

Inilah tiga sifat yang membuat manusia gagal untuk menjadi baik. Benarlah perkataan Ibnu Qoyyim, bahwa  : Akar kesalahan itu ada tiga: Pertama, kesombongan. Itulah yang menyebabkan iblis mengalami apa yang ia alami. Kedua, keserakahan, dan itulah yang mengeluarkan Adam dari Surga. Ketiga, kedengkian, dan itulah yang menjadikan salah satu anak Adam membunuh saudaranya. Maka barangsiapa berlindung dari keburukan tiga akar kesalahan itu, sesungguhnya ia telah melindungi dirinya dengan sebenar-benarnya. Karena kekafiran itu bersumber dari kesombongan. Karena kemaksiatan itu sumbernya keserakahan. Sedang kezholiman itu sumbernya kedengkian

II.                Faktor Kedua, Seseorang gagal menjadi baik itu karena tidak mempunyai Guru Penuntun Ruhani yang dapat mengikis habis sifat-sifat tercela didalam hatinya. Dengan tidak ada Guru Penuntun Ruhani, maka tidak dapat menyucikan jiwanya yang membebaskannya dari berbagai penyakit hati. Karena muara dari kebersihan hati adalah terciptanya pribadi yang berakhlak luhur  ( menjadi pribadi yang baik ). Keutamaan penyucian jiwa untuk mencapai Ma’rifatulloh, seperti apa yang di jelaskan oleh Imam As Syazily ra:
Barangsiapa yang belum mencicipi ( merasakan ) Ilmu-ku ini ( kesadaran kepada Alloh ), maka matinya akan membawa dosa besar betapapun banyak amalnya dan tidak merasa serta tidak tahu ( dengan tidak terasa/menyadari matinya masih membawa dosa besar )”
Maka untuk dapat menyucikan jiwa perlu bimbingan dan arahan dari seseorang yang terpercaya. Sebahagian ‘Arifin menyatakan :
“Barangsiapa meninggal dunia (mati) tanpa pernah menemukan Guru Mursyid yang Kaamil Mukamil yang mengasuh dirinya kearah kesadaran kepada Alloh, maka dia membawa dosa yang besar serta sangat merugi, meskipun amalnya banyak sebanyak orang sejagad dari bangsa manusia dan jin”.
Karena banyak sekali penyakit-penyakit hati yang tidak bisa dihilangkan ( dibersihkan ) kecuali dengan Ilmu ini (Tashowwuf).
Syeikh Ibnu ‘Athoillah, menjelaskan :
“Keluarkanlah serta hilangkanlah dari sifat-sifat kemanusiaanmu, semua sifat yang menggugurkan penghambaan kepada Alloh, supaya menjadi orang yang menyambut dengan sempurna atas penggilan Alloh dan dekat dengan Hadirat-Nya”
Supaya dapat menghilangkan sifat-sifat Madzmumah ( sifat-sifat tercela) semua harus dimulai dengan  kesungguhan ( Mujahadah kepada Alloh ) tidak bisa didapat dengan bersantai-santai dan bermalas-malasan. Semua harus dimulai dengan kesungguhan dalam beribadah guna mencapai puncak menyerahan diri sepenuhnya hanya kepada Alloh. dengan semangat inilah seseorang dapat mengikis habis sifat tercela dan mampu menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji hingga mampu memelihara ketaatan kepada Alloh. Perasaan berat untuk melakukan nista dan dosa, tetapi merasa ringan serta nikmat dalam menjalankan berbagai perintah-Nya. Maka yang dapat melakukan seperti ini, inilah predikat Abdu Alloh yang sebenarnya. Untuk mendapatkan predikat Abdu Alloh kuncinya adalah selalu melatih diri  ( riyadloh )serta bersungguh-sungguh ( Mujahadah ). Untuk dapat menjalankan keduanya harus memerlukan seorang pembimbing dan penasihat ruhani ( Guru Mursyid ). Jadi perkara Guru Penuntun Ruhani ( Guru Mursyid ) merupakan perkara yang sangat penting.
Mengenai penjelasan tentang Guru Mursyid, dijelaskan didalam kitab Jami al Shogir, disebutkan bahwa Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
”Dikalangan umatku senantiasa tidak sepi dari adanya “THOIFAH” yang memperjuangkan perkara yang haq sampai datangnya hari qiamat” ( HR. Hakim dari Umar ra ).
Dalam kata “THOIFAH” maknanya seseorang yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam.
didalam kitab Da’wah at Taamah  halaman 23 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “THOIFAH” adalah “RIJALULLOH” dan “AHLULLOH”.
Yaitu yang mempunyai keutamaan diantara manusia-manusia lainnya, mengenai keutamaan ini dijelaskan didalam kitab Jaamii al aluliyaa halaman 4, yakni :
-          Hati(qolbu)nya senantiasa Thowaf kepada Alloh sepanjang masa.
-          Mempunyai Sirr yang dapat menerobos kepada seluruh alam, seperti meratanya ruh dalam jasad, atau seperti merembesnya air didalam pohon-pohon.
-          Beliau menanggung (memperhatikan) kesusahan dan kesulitan ahli dunia.
Keterangan lainnya, diperoleh dari Kitab Taqriibul Ushuul :
”Andaikata tidak ada “Wahiduz zaman” yang senantisa Tawajjuh kepada Alloh memohonkan bagi perkaranya segala makhluk, tentunya datang suatu perintah Alloh yang mengejutkan bagi mereka kemudian menghancurkan mereka”
Wahiduz Zaman” yang dimaksud adalah tiada lain adalah Guru Mursyid, yang menjadi Pembaharu Iman umat pada masanya. Seseorang yang keluasan Ilmunya bagaikan lautan tanpa tepi, pemahaman akan perkembangan jaman sangat mendalam dan kehalusan pemikirannya tidak perlu disangsikan lagi.
secara lahiriyyah memiliki kegiatan yang sama dengan manusia yang lainnya, tetapi jauh didalam hatinya tembus bersama-sama Alloh dan mampu menuntun manusia lainnya kembali kepada-Nya.
Bagi Ikhwan Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya menyakini “Wahiduz Zaman” ( Guru Penuntun Ruhani ), Guru Mursyidnya adalah Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsyabandi Al Muttaqi Al Kamil Mukamil Al Muwaffaq Al Mujaddid  Al Quthub qoddasallohu sirrohu.  
000
000
ALHIJAZdepokbersemi165
Media Informasi & Dakwah Para Pecinta Kesucian Jiwa.
Ikhwan Depok.
Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Membangun Peradaban Dunia
E-mail : depokbersemi165@gmail.com
Info manaqib kota depok : Tlp /Sms/Wa   (Rauf) 0812 888 166 90
Agenda Kegiatan dan Jadwal Manaqib di Kota Depok dan sekitarnya  :

https://depokbersemi165.blogspot.co.id/2015/05/agenda-kegiatan-depokbersemi165.html
Sukai halaman di Facebook DepokBersemi165 :
https://www.facebook.com/AlHijaz-DepokBersemi165-952350131454919

Ikuti Twiter depokbersemi165 : https://twitter.com/depokbersemi165

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Robithoh

Robithoh Robithoh, dapat diartikan hubungan antara yang menghubungi dari yang dihubungi. Seperti hubungan :  antara anak dengan orang tuanya. Antara guru dengan muridnya. Antara mahasiswa dengan dosennya. Antara menantu dengan mertuanya. Antara pedagang eceran dengan agen besarnya. Antara santri dengan kiayinya. Antara saudara dengan saudaranya. Antara teman dengan temannya. Antara rakyat dengan pemimpinnya. Antara bawahan dengan atasannya. Antara upline dengan downline-nya. Antara kita ummat dengan Nabinya. Antara kita hamba dengan Alloh Subhanahu wa ta’ala . Adapun hubungan itu, ada hubungan langsung juga ada hubungan tidak langsung. Adapun Robithoh wajib itu, seperti ummat Islam melaksanakan sholat dengan menghadap kiblat. Kiblat itu penghubung antara orang yang Sholat dengan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau tidak menghadap Kiblat, maka sholatnya tidak akan syah. Jadi untuk melakukan yang wajib maka wajib dengan Robithoh tersebut ( menghadap kilat ) . Itulah Sya

Tidak Ada Yang Kebetulan

DI DUNIA INI TIDAK ADA YANG KEBETULAN === Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala : “ Dan pada Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata ( Lauh Mahfudz )" ( Surat Al-An'am : 59 ). Tiada sesuatu yang kebetulan. Karena Alloh telah menegaskan bahwa tidak ada satu pun yang terlepas dari kudrot, irodat, dan ilmu Alloh. Segalanya yang terjadi bahkan yang akan terjadi telah tercatat di lauh mahfudz. Ayat tsb diatas menegaskan bahwa segalanya ada dibawah kehendak & ilmu Alloh, Dan semuanya sudah tercatat di lauh mahfudz. Sering kita mendengar percakapan sehari-hari yang mengatakan, “ Kebetulan ketemu disini ”, “ Kebetulan ada yang memberi”, “K ebetulan sekali h

Pentingnya Berwasilah

Pentingnya Berwasilah Oleh : Renandhi Wira Fitra, S.H.I. Ikhwan TQN PPS dari Kota Depok. Setiap diri yang memiliki niat dan cita cita untuk sampai(Wushul) kepada Alloh sudah PASTI akan membutuhkan WASILAH ( perantara). Hal ini sebagaimana firman Alloh Swt : “ Hai orang orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Alloh dan carilah wasilah dalam mencapai ketaqwaan itu ....” ( QS. Al-Maidah : 35 ) Dalam ayat tersebut kalimat wabtaghu menggunakan fi’il amar/kata perintah yang menandakan khitab /seruan bagi orang beriman bahwa mencari wasilah itu adalah kewajiban...kenapa wajib ? karena memang manusia membutuhkannya..! Jadi dengan adanya wasilah bagi setiap hamba itu adalah mutlaq suatu KEBUTUHAN, selain berdasarkan dari dalil ayat tersebut juga berdasarkan kepada tabiat manusia yang selalu membutuhkan bantuan dalam medapatkan sesuatu, sehingga menolak adanya wasilah maka itu bertentangan dengan Hukum Alloh dan fitrah manusia itu sendiri. Wasilah adalah perantara yang