Pekerjaan
Yang Tidak Termasuk Dalam Golongan Munafiq
DEPOK BERSEMI 165 - KH. Ayi Burhanuddin,
didalam khitmat ilmiah Manaqib di kediaman bapak Ade Sumantri, Jalan Tanjung,
Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu(24/01/2015 ).
Alhamdulillah, Kita bertemu Guru Agung
dan dengan Kalimah Yang Agung dan dari Yang Maha Agung, dan amalan yang tiada
duanya yaitu kalimat : “Laa Ilaha Illalloh”. Semoga kita semua
dengan bertemunya dengan Guru Agung mendapat Rohmat Alloh Swt, serta mendapat Berkah
dan Karomah dari Beliau, untuk kita semua.
Sebagai Sabda Abah Anom didalam
kitab Miftahus Shudur, “Untuk Murid itu Menerima Barokah dari Alloh Swt itu lewat Guru Mursyid”.
Walaupun Guru Agung kita semisal sedang
berada di Sirnarasa dan kita berada di rumah masing-masing tetap selalu
membimbing Ruh kita, asalkan ruh kita tetap selalu menghadapnya.
Pada pembahasan kali ini adalah
tentang 5(lima) pekerjaan jika dikerjakan tidak termasuk didalam golongan
munafiq, dan yang dibahas kali ini hanya 2(dua) pekerjaan saja :
Didalam kitab Tanbihul Ghofilil
halaman 78, diterangkan bahwa : Sabda Nabi Muhammad Saw : “Kalau kita
mengerjakan lima pekerjaan ini tidak termasuk dalam golongan munafiq”.
Karena orang munafiq itu salah
satu sifat tercela serta pekerjaanya sangat diancam, dan orang munafiq itu
sifat yang paling buruk. Ketika dijaman Nabi Saw yang mengacaukan dakwah Nabi
Saw adalah orang munafiq, didepan Nabi Saw terlihat baik tetapi dibelakangnya
orang munafiq berkhiyanat. Dan dijaman sekarang juga banyak orang munafiq,
seperti dihadapan Abah Aos terlihat baik tetapi dibelakangnya tidak baik, dan
banyak orang yang seperti itu.
Inilah Sabda Nabi Saw, “Jika
seseorang memilki yang lima ini tidak termasuk didalam golongan munafiq”,
Pertama, “Pandai Dalam Agamanya”, yaitu
sesuai Ilmunya dan amalnya. maka sesuai juga dengan Motto Suryalaya : Ilmu
Amaliah, Amal Ilmiah.
Maka pantas saja KH. Budi Rahman
Hakim juga mendirikan Pesantren Peradaban
Dunia Jagad ‘Arsy itu semua untuk men-Thoriqotkan Dunia dan men-Duniakan
Thoriqoh.
Pandai dalam agamanya Inilah
ilmunya yaitu Islam, Iman dan Ihsan.
Maka didalam kitab Iqodul Imam
hal.208, diterangkan :
“Barangsiapa yang sudah mencapai
sedalam-dalamnya islam (ilmu fiqihnya, ilmu syariatnya sudah sempurna) dengan
sudah sempurna syariatnya, fisiknya juga sempurna baik pakaian, kendaraan,dll
dan itu pasti mereka itu tidak akan putus-putus tentang amal. Itulah kalau
sudah mencapai sedalam-dalamnya ilmu fiqih(syariat). Karena syariat itu untuk
menyempurnakan urusan luar(fisik), pakaiannya, pecinya, jangan memakai pakaian
yang sudah lusuh, jika seseorang sudah mencapai hakikat islam tidak akan
berhenti-henti untuk berbuat amal.
Kalau sudah mencapai hakikat
iman, (hakikat iman adalah kalimat Laa Ilaha Illalloh), mereka
itu tidak akan melihat akan suatu pekerjaan, tidak pernah mengingat-ingat dan
menghitung-hitung suatu amal yang sudah pernah dilakukan, seperti Abah Aos
tidak pernah bercerita tentang amal yang sudah dilakukan, Beliau mengatakan : “kita hadapai amal yang akan datang”.
Kalau sudah mencapai hakikat
ihsan, orang itu tidak akan putus hubungannya dengan Alloh Swt, selalu menyerahkan
urusannya kepada Alloh. Sabda Abah Aos : “Harus segala punya tetapi tidak
punya apa-apa”, maksudnya banyak beramal tetapi tidak diakuinya, itulah
yang paling sulit.
Kalau orang sudah mencapai
hakikat Islam, hakikat Iman dan hakikat Ihsan orang tersebut tidak akan menjadi
orang munafiq.
Bersabda Nabi Saw, dihadapan
Sahabat : “Yang lebih dikhawatirkan dari umatku, orang yang alim lisannya
tetapi hatinya munafiq”, dan para sahabat bertanya : “Siapa yang
disebutkan itu, Ya Rosul ? Nabi
menjawab : “Yaitu orang yang pintar(pintar membicarakan ilmu) tetapi hatinya
bodoh”.
Imam Ghozaly menuturkan : “Jika
kamu hatinya sudah hidup (sudah ma’rifat kepada Alloh) maka pelihara dengan
sebanar-benarnya, jika hati kamu tidak dapat ma’rifat kepada Alloh maka jauhi,
dan harus mencari hati kamu untuk dapat mengenal Alloh Swt, sebaik-baik manusia
itu yang hatinya ma’rifat kepada Alloh Swt .
Alhamdulillah kita sudah memilikinya,
Abah Aos bersabda : “Hati yang sudah diisi ismu dzat tidak akan kemana-mana,
tetap disitu saja, sudah napel (sudah menyatu)”.
Didalam Kitab Ismul A’zhom hal. 28
, menjelaskan Tentang pentingnya kalimat Laa Ilaha Illalloh, diterangkan
bahwa : “hakikat ilmu ini, (Islam, Iman, dan Ihsan) semuanya tidak ada
apa-apanya (tidak berarti apa-apa) jika tidak ada “Laa Ilaha Illalloh
”, karena semua Ilmu ini ada di kalimat “Laa Ilaha Illalloh”
yang ditalqinkan oleh Ahlinya.
Dengan mengerti hakikat Iman,
Islam, dan Ihsan semuaya sudah ada didalam kalimat “Laa Ilaha Illallo”.
Kedua, Pekerjaan yang tidak
didalam golongan munafiq yaitu : “Berhati-hati Dalam Berbicara”,
Berbicara saja yang bagus dan
jika tidak bagus lebih baik diam,
Didalam hadits : “Orang yang
alim bicara menjadi hiasan”,
Didalam keterangan yang lain : “Pembicaraannya
orang Waro’ dapat membersihkan segala penyakit didalam diri kita, dan dapat
membersihkan segala dosa didalam diri kita”.
Maka berhati-hati dalam
berbicara, jika tidak perlu tidak dibicarakan.
Didalam kitab Ta’lim Muta’alim
menjelaskan : “Kalau ada satu orang Waro saja, syeitan lebih berat
menggodanya jika dibadingkan seribu Abid”.
Ditulis oleh : surachman abdur
rauf.
Komentar
Posting Komentar