Pentingnya
Guru Pembimbing Ruhani, Untuk Mengembalikan Ruh Kita Kepada Alloh Subhanahu
wa ta’ala.
Jika ilustrasikan, ketika kita hendak merencanakan suatu perjalanan ke suatu
tempat yang sangat jauh, yang kita sendiri sama sekali kita belum pernah ketempat
tersebut, bahkan tempat tersebut masih terasa asing bagi kita dan ketika
perjalanan itu dengan tanpa didampingi dengan seorang pengantar (pendamping)
yang berpengalaman untuk mengantarkan kita ketempat tersebut, maka di
khawatirkan perjalanan kita akan tersesat.
Begitu juga perjalanan
Ruh, perjalanan Ruh kita yang tujuan akhirnya kembali kepada Alloh Subhanahu
wa ta’ala. Bahkan bisa dipastikan akan mengalami banyak kesulitan jika
perjalanan Ruh kita dengan ketiadaan pembimbing Ruh yang membimbingkan Ruh untuk
kembali kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Untuk dapat kembali
kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala tidak dapat kita belajar sendiri. Apalagi
dengan hanya dengan mengandalkan buku – buku ( bacaan ) tashowwuf atau didapat
dari orang yang bukan ahlinya dan kemudian melakukan perjalanan ruhani sendiri
dengan melakukan riyadloh ( amaliah – amaliah ) sendirian, bisa jadi ia merasa
sudah mencapai derajat ma’rifat padahal sesungguhnya ia hanya berjalan ditempat
saja dan ia tetap dalam tawanan nafsunya. Walaupun ia melakukan perjalanan spiritual
dengan tujuan baik sekalipun namun kerena ketiadaan pembimbing maka akhirnya
hanya berhenti pada maqom kesaktian-kesaktian saja, tidak sampai kepada Alloh.
Karena itu Alloh subhanahu wa ta’ala, ber-Firman didalam Al Qur’an
Surat Luqman Ayat 15 :
“ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu,”.
dalam ayat yang lain
Alloh subhanahu wa ta’ala,
ber-Firman :
“Maka
bertanyalah kepada Ahli Dzikir jika engkau tidak mengetahuinya” ( An Nahl : 43)
dalam ayat yang lain Alloh subhanahu wa ta’ala, ber-Firman :
“Taatlah
kalian kepada Alloh dan taatlah kalian kepada Rosul dan Ulil Amri”
Dalam ayat tersebut
memerintahkan kita ( orang-orang yang beriman ) untuk taat kepada Alloh, Rosul
dan Ulil Amri, dan para Mufassir Al Qur’an mengertikan kata Alil Amri ini
dengan “Ulama atau Guru Mursyid”
dalam pemahaman tashowwuf yaitu Guru Mursyid Kamil Mukamil yang satu
pada masanya.
Dalam sebuah hadits
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa salam ber-Sabda :
“Tetaplah kalian
dalam jama’ah, karena serigala hanya memangsa domba yang sendirian “. ( HR.
Abu Daud ).
Pemahaman Hadits
tersebut tidak hanya membahas tentang berjama’ah didalam sholat saja namun
hadits ini bisa diperluas cakupannya didalam pemahaman tashowwuf. Dalam
pemahamannya bahwa siapa yang tidak bergabung dengan jama’ah perjalanan ruhani
yang dipimpin oleh seorang Mursyid kamil Mukamil maka syeitan akan selalu
mengancam perjalanannya. Maka disinilah pemahaman bahwa sudah menjadi keharusan
diperlukan adanya seorang Mursyid.
Imam Az Zubaidy, seorang
pensyarah Kitab Ihya Ulumuddin, menjelaskan : “Sebagian diantara hukum bagi
murid( seorang yang sedang melakukan perjalanan menuju Alloh ) adalah bahwa
ketika ia tidak menemukan Guru yang membimbing didaerahnya, maka ia wajib
berhijrah kepada Guru Muryid yang mendapatkan wewenang pada masanya, kemudian
ia tinggal bersama Gurunya”. ( Ittihaafus sadatil muttaqin, syarah ihya
Ulumuddin juz VII halaman 381 )
Hujjatul Islam Imam Al
Ghozaly, mejelaskan : “Murid ( seorang yang sedang melakukan perjalanan
menuju Alloh ) pasti memerlukan Syekh dan Guru Mursyid yang menjadi panutan agar
menunjukkannya kepada jalan yang lurus. Karena sesungguhnya jalan agama itu
samar, sedangkan jalan-jalan syeitan itu banyak dan jelas, siapa yang tidak
memiliki Guru Mursyid maka syetan pasti menuntunnya menuju jalan-jalannya.
Siapa saja yang menyusuri jalan pedalaman gurun yang merusak dengan tanpa
pengaman maka itu telah membahayakan dirinya dan menghancurkannya. Orang yang
menyendiri tanpa Guru bagaikan pohon yang tumbuh sendiri ia akan kering dengan
sendirinya, andaikan pohon itu dapat bertahan dan berdaun maka pohon itu
tidak akan berbuah. Karena itulah murid ( seorang yang sedang melakukan
perjalanan menuju Alloh ) hendaknya berpegangan dengan Guru Mursyid sebagimana
orang buta dipinggir sungai berpegangan dengan penuntunnya, ia menyerahkan
urusannya kepada penuntunnya secara total keseluruhan, ia tidak menyelisihi
penuntunnya baik ketika masuk maupun keluar. Ia tidak menyisakan sesuatupun
dalam mengikuti penuntunnya, dan tidak meninggalkan penuntunnya itu. Hendaklah
seorang murid mengetahui bahwa manfaat dalam mengikuti kesalahan seorang guru (
andaikan saja guru saja itu salah, tetapi tidak mungkin guru itu salah ) jauh
lebih besar daripada manfaat kebenaran yang ia peroleh secara sendiri andaikan
ia benar”. (Ihya Ulumuddin).
Imam Abu Ali Ad Daqqoq, menjelaskan : “Tumbuhan
jika tumbuh sendiri tanpa ada yang menanamnya andaikan berdaunpun ia tak akan
berbuah, demikian juga dengan seorang murid ( seorang yang sedang melakukan
perjalanan menuju Alloh ) jika ia tidak
memiliki Guru Muryid dimana ia mengambil Thoriqoh secara langsung maka ia
seperti menyembah nafsunya sendiri dan tidak akan menemukan jalan keluar”
(Ittihaafus saadaatil muttaqin juz V halaman 371).
Salah seorang sufi
terkenal, Syeik Abul Qosim Al Qusyairi Rodliyallohu ‘anhu, menjelaskan :
“kemudian wajib atas seorang murid( seorang yang sedang melakukan perjalanan
menuju Alloh ) untuk bertatakrama dengan
seorang Guru, jika ia tidak memiliki Guru Muryid maka ia tidak akan sukses
selama-lamanya. Bagaimana tidak, sedangkan Abu Yazid dengan segala kelebihan ruhaninya
masih mengatakan : “Siapa yang tidak memiliki Guru Muryid, maka syeitan yang
akan menjadi Imamnya( penuntunnya )”. (Ittihaafus saadatil muttaqin juz VII
halaman 371).
Sujud syukur kepada
Alloh Subhanahu wa ta’ala dengan sepenuh langit dan bumi, setinggi
suryalaya, sedalam sirnarasa, seluas jagad’arsy, para ikhwan Thoriqoh Qodiririyyah
Naqsyabandiyyah PP Suryalaya sudah mempunyai pembimbing ruhani, penuntun jalan
yang lurus untuk mengembalikan ruh kita kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala,
yaitu Pangersa Guru Agung : “Syaikhuna wa Mursyiduna fi hadzal zaman Asy Syekh
Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsyabandi AL Muttaqi Al kamil
Mukamil Al Muwafaq Al Mujaddid Al Quthub Qoddasallohu sirrohu”, silsilah
yang ke-38, dengan bimbingannya kita
diselamatkan didalam perjalanan ruhani kita menuju kepada Alloh Subhanahu wa
ta’ala dan dihindarkan dari kesesatan. Dan Beliau memberikan bekal kepada
kita sekalian yaitu bekal “Dzikir”, yaitu “Dzikir Jahar dan Dzikir Khofi”, yang
intinya mengekalkan Ingatan Kepada Alloh selama-lamanya, ketika teringat
pesannya : “Bagaimana bisa kembali kepada Alloh sedangkan disini saja kita
tidak bisa ingat kepada Alloh” di
ilustrasikan jika kita didalam perjalanan bagaimana kita dapat kembali pulang
kerumah jika tidak ingat rumah kita sendiri, jadi kalau ingin kembali pulang
harus ingat dahulu.
Alhamdulillah kita sudah mempunyai penuntun ruhani kita yang
membimbingkan ruh kita kembali kepada Alloh, kita tinggal mengikuti segala sunnah-sunnahnya,
dengan selalu mengamalkan, mengamankan serta melestarikan ajaran nya.
Semoga Beliau dipanjangkan usia dunianya, disempurnakan
kesehatannya, dan Alloh limpahkan Barokah serta Karomah kepada Beliau sehingga
terlimpah kepada kita sekalian dan untuk kepentingan kita sekalian selaku
murid-muridnya.
000
Media Informasi & Dakwah Para Penyambut Pecinta Kesucian Jiwa.
Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Membangun Peradaban Dunia
Media Informasi & Dakwah Para Penyambut Pecinta Kesucian Jiwa.
Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Membangun Peradaban Dunia
Komentar
Posting Komentar