ILMU MENGENAL ALLOH
“Setiap yang “Ada” pasti dapat
dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal”. Karena Alloh adalah
zat yang wajib al-wujud yaitu zat yang wajib adanya. Tentulah
Alloh dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih
dahulu mengenal kepada Yang disembahNya, barulah ia berbuat ibadah sebagimana
sabda Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wa sallam :
أَوَلُ
الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah
Kenalilah dirimu, sebagaimana sabda
Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wa sallam :
مَنْ
عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal
Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Lalu
diri mana yang wajib kita kenal ? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana
firman Alloh dalam surat Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ
عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Artinya
: Dan Alloh telah
menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri
kita sesungguhnya terbagi dua:
1. Diri
Zhohir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2. Diri
bathin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh
tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil mengenai terbaginya
diri manusia
Karena sedemikian pentingnya peran
diri yang bathin ini di dalam upaya untuk memperoleh pengenalan kepada Alloh,
itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri ( introspeksi diri )
sebagaimana firman Alloh dalam surat az-Zariat ayat 21 :
وَفِى
اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya
: Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya.
Alloh memerintahkan kepada manusia
untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan karena di dalam diri manusia
itu Alloh telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah
menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :
بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ
آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ
فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا
وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Artinya: “Aku
jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan
dalam dada itu ada hati( qolbu ) namanya dan
dalam hati( qolbu ) ada mata
hati( fuad ) dan dalam mata hati( fuad ) itu ada
penutup mata hati( saghaf ) dan dibalik penutup mata hati( saghaf ) itu ada
nur/cahaya( labban ), dan di dalam nur/cahaya( labban ) ada rahasia( sir ) dan di dalam
rahasia( sir ) itulah “Aku” kata Alloh”. (Hadis Qudsi)
Bagaimanakah maksud hadis ini?
Tanyalah kepada ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Alloh dalam surat
an-Nahal ayat 43 :
فَاسَئَلُوْا
أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu
benar-benar tidak tahu.”
Karena Alloh itu ghoib, maka perkara
ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula
dipaparkan kepada yang bukan ahlinya ( orang awam ), sebagimana dikatakan para
sufi :
وَلِلَّهِ
مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Alloh itu ada beberapa rahasia yang diharamkan
membukakannya kepada yang bukan ahlinya”.
Nabi juga ada bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ
اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ
شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi
Wa sallam dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan
saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan
terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada
lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ
وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan
menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا
عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun
Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi Sholallohu ‘Alaihi
Wa sallam:
مَنْ
كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmu
pengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh Alloh ia kelak dengan api
neraka”.
Adapun ilmu hakikat atau ilmu bathin
memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang yang
menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan
ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini
tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Alloh Ta’ala. Ibarat kayu
di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di
bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli Dzikir( ahlus
Shufi ) inilah yang mendekati maqam wali-wali Alloh yang berada di bawah
martabat para Nabi dan Rosul. Inilah makna tujuan Alloh memerintahkan supaya
bertanya kepada ahli Dzikir, karena ahli Dzikir adalah orang-orang yang
senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Alloh serta senantiasa mendapat
bimbingan ilham dari Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Oleh karena itu, agar kita dapat
mengenal Alloh, maka kita harus mempunyai pembimbing rohani atau mursyid.
Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang
mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak
sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual
bersama seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya
nasehat-nasehat. Dan barang siapa yang tidak mengambil akhlaknya dari seorang
syeikh yang melarangnya, serta memperlihatkan cacat-cacat dalam amalnya dan
penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh diikuti dalam memperbaiki
muamalah”.
Namun tidaklah ilmu pengenalan
kepada Alloh ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari ilmu
syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama yang harus dilakukan
terlebih dahulu yaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh seorang mursyid
yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh Thoriiqoh sufi
yang bersambung-sambung sampai kepada Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wa
sallam. Oleh karena itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal
Alloh adalah dengan mempelajari ilmu Thoriiqoh di bawah bimbingan seorang
mursyid.
Komentar
Posting Komentar