Langsung ke konten utama

Haji Yang Mabrur



Haji Yang Mabrur
Setiap muslim bercita-cita untuk dapat menunaikan ibadah haji sebagai kesempurnaan dalam menjalankan rukun islamnya yang ke-lima, yang ini juga merupakan perintah dari Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Untuk sebagian orang pergi haji masih dipandang sebagai suatu yang cukup bergengsi, karena ketika kembali ketanah air seorang jama’ah akan menyandang gelar ‘Haji’, yang menjadi gelar kebanggaan. Untuk hanya menyandang gelar ‘Haji’ tidaklah terlalu sulit, yang penting punya uang untuk pergi ke Mekkah dan berangkat pada musim haji, maka niscaya sepulang dari Mekkah sudah bisa menyandang title baru yaitu ‘Haji’. Untuk hanya menyandang gelar ‘Haji’ bukanlah hal yang sulit. Namun pergi ketanah Mekkah tidak hanya untuk mengejar title ‘Haji’ saja atau ada obsesi-obsesi yang lainnya. Yang paling terpenting adalah untuk   ‘Menjadi Haji Jadi’ atau dengan bahasa lain ‘Menjadi Haji Mabrur’. Jika tujuan pergi haji ke Mekkah untuk menjadi Haji Mabrur maka tiadalah hal yang lebih berarti selain berharap akan surgaNya Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Rosululloh Saw bersabda :
اَلْعُمْرَةُ اِلَى الْعُمْرَةِ كَفَارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَ الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَآءٌ اِلَّا الْجَنَّةُ
Dari Umroh ke Umroh adalah penghapus dosa diantara keduanya. Dan Haji Mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Huroiroh ra).
Janganlah perjalanan haji menjadi sia-sia hanya karena ingin mendapatkan gelar semata-mata. Perjalanan seseorang yang pergi haji hanya demi untuk memperoleh gelar semata maka baginya lebih tepat untuk disebut Haji Mardud (Haji yang tertolak). Haji mardud disebabkan beberapa faktor, diantaranya :
-       Bisa karena uangnya yang didapat dan yang digunakan untuk pergi berhaji adalah uang haram.
-       Berhaji hanya untuk menonjolkan diri (riya).
-       Berhaji untuk sekedar berwisata (jalan-jalan), atau berhaji tanpa memahami asensi dari ibadah haji itu sendiri.
Mengenai seseorang yang termasuk dalam jenis haji ini (Haji Mardud), Rosululloh Sholallohu Alaihi wa sallam bersabda : “Ketika ia mengucapkan kalimat Talbiyah : “Labbaika (aku memanggil Mu), maka Alloh pun menjawabnya dengan kalimat : “Labbaika wala sa’dika (tidak ada permohonan dan kebahagiaan untukmu)” (HR. Ad Dailami).
Untuk menjadi Haji yang Mabrur, didalam kitab Safinatun-Najah diterangkan bahwa setiap tahun Alloh hanya menghajikan 70.000(tujuh puluh ribu) orang dari sekian juta umat yang menunaikan ibadah Haji. Hal ini sesuai dengan pernyataan Umar bin Khottab ra mengenai haji : “Pelancongnya sangat banyak, sedangkan yang menunaikan Haji sangat sedikit”. Kuantitas orang yang pergi berhaji sangat banyak sementara orang yang hajinya berkualitas sangat sedikit. Maka tidak berlebihan jika Rosululloh Sholallohu Alaihi wa sallam menjanjikan surga bagi mereka yang hajinya Mabrur.
Ibadah haji adalah ibadah yang melibatkan tiga asfek, yaitu : Aspek jasadiyah (fisik), Aspek maaliyah (harta), dan Aspek ruhiyah (jiwa).
-    Aspek jasadiyah (fisik), ibadah haji disebut ibadah jasadiyah karena dalam pelaksanaannya kita muthlak memerlukan kondisi fisik yang prima guna menjalankan ibadah di suhu yang yang panas, tiupan angin gurun yang kencang, selain dari itu Thowaf, Sa’I, Wukuf dan  rukun-rukun haji lainnya juga memerlukan ketahanan fisik yang sempurna.
-   Aspek maaliyah (harta), Haji juga disebut ibadah maaliyah (harta) karena dalam upaya pelaksanaannya ibadah haji kita akan dituntut untuk berkorban harta yang tidak sedikit jumlahnya untuk sebagai penunjang ibadahnya.
-   Aspek Ruhiyah (jiwa), ibadah haji juga merupakan ibadah Ruhiyah karena hanya dengan keyakinan jiwa saja kita akan rela pergi haji meskipun harus berkorban harta bahkan jiwa dan raga.
Diantara ketiga faktor tersebut faktor Aspek Ruhiyah –lah yang sebenarnya paling penting. Aspek Ruhiyah adalah faktor penentu atas Mabrurnya ibadah haji seseorang. Aspek Ruhiyah akan semakin kuat jika senantiasa ber-Dzikir kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala. Tanpa penguatan Ruhiyah dengan Dzikrulloh maka dikhawatirkan hati kita akan lalai dari Alloh Subhanahu wa ta’ala dan tergolong orang yang sia-sia.
Sebagaimana yang Alloh Subhanahu wa ta’ala Firmankan dalam Surat Al Anfal ayat 35 :
Sembahyang mereka disekitar baitulloh itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakan azab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al Anfal :35).
Dari ayat tersebut tersirat sebuah makna mendasar yang semestinya kita perhatikan, tertuju kepada mereka yang sholat didepan baitulloh dengan tanpa menghadapkan Ruhnya kehadirat Alloh Subhanahu wa ta’ala, dengan tidak seraya mengingat Alloh (Dzikrulloh).
Oleh karena itu aspek Ruhiyah ini demikian sangat pentingnya, maka sudah selayaknya para calon jama’ah haji untuk ber-Mujahadah (bersungguh-sungguh) untuk senantiasa berdzikir kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala. Hal ini dapat dicapai dengan senantiasa mengikuti bimbingan dan arahan dari Syeikh Mursyid kamil mukamil dengan “Talqin Dzikirnya yang dapat menumbuhkan kesadaran(musyahadah). Musyahadah diartikan sebagai kesadaran tentang hakikat diri dan hubungan dengan Alloh. Sehingga dari kesadaran diri ini dapat terlahir semangat untuk memelihara dan meningkatkan nilai kebaikan dan kebajikan setelah pelaksanaan ibadah haji. Difinisi ini didukung oleh pendapat para ulama yang menyatakan bahwa salah satu ciri ibadah kita diterima Alloh Subhanahu wa ta’ala adalah bahwa amal ibadah itu akan mendatangkan kebaikkan dan kebajikan. Baik dalam kaitannya ibadah ritual individual maupun ibadah sosial. Dan ternyata keberhasilan setiap ibadah ritual seseorang berkaitan dengan kemampuan mengaplikasikan nilai-nilai ibadah ritual individual tersebut dalam ibadah sosial yang lebih mengarah pada perbaikan moral. Pada ibadah sholat misalnya, Alloh berfirman didalam Al Qur’an surat Al Ankabut ayat 45 : “Dirikanlah sholat, Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Alloh (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lainnya). Dan Alloh mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dari uraian diatas juga memberikan sebuah keterangan yang dapat disimpulkan bahwasanya seseorang yang ibadah hajinya termasuk mabrur dapat dilihat dari tingkat kebaikan dan kebajikan yang dilakukannya sepulang dari ibadah haji. Jika intensitasnya dalam melakukan kebaikan dan kebajikan sepulang dari ibadah haji lebih banyak daripada ketika sebelum ia berangkat ibadah haji maka insya Alloh ia tergolong sebagai haji mabrur akan tetapi jika kenyataannya adalah sebaliknya maka sesungguhnya ia akan digolongkan dalam kategori yang kedua yakni Haji Mardud.
Hikmah lain yang juga dicapai melalui pelaksanaan ibadah haji ialah bahwa ibadah haji semestinya mampu menumbuhkan semangat reformasi pada diri kita, sehingga terhujam dalam diri untuk melakukan hijrah dari sikap negatif menuju sikap positif. Atau dalam bahasa lain dinyatakan Min adz dzulumati ila an nuur.
Ingin Mendapat Pahala Haji.
Andai saja pahala haji hanya untuk diperuntukkan bagi mereka yang mampu pergi ketanah suci maka sungguh merugilah yang tidak mampu, untungnya tidak demikian, sering-seringlah ke Masjid, istiqomah sholat berjama’ah, dzikrulloh, I’tikaf, dan melakukan berbagai aktifitas ibadah lainnya, pada hakikatnya ia juga sudah menunaikan ibadah yang pahalanya setara dengan ibadah haji.
Jika kita cermati mengenai tempat tujuan dalam ibadah haji yakni Kota Mekkah yang kerap kali disebut sebagai tanah suci, ungkapan ini diberikan sebagai penghargaan atas berbagai peristiwa sejarah yang berkaitan dengan Millah Alloh yang suci, yakni ajaran Islam. Meski demikian hal ini tidak serta merta menjelaskan bahwa daerah diluar Mekkah daerah yang tidak suci, begitu juga dengan istilah Baitulloh yang sebenarnya memilki makna yang lebih luas dari sekedar Ka’bah, yang dimaksud Baitulloh adalah seluruh hamparan bumi yang dapat dipakai sebagai sarana untuk ibadah. Inilah yang menjadi dasar bahwa orang yang belum mampu sekalipun, dapat meraih pahala sebagaimana halnya orang yang pergi beribadah haji.
Ada beberapa hal yang dapat membuat seseorang hakikatnya telah menjadi haji walaupun secara syara belum bisa dikatakan haji karena belum berangkat ke Mekkah pada saat musim haji.
Rosululloh Saw bersabda : “Sangat beruntung orang yang semalaman melaksanakan haji serta pagi-paginya melaksanakan jihad, yaitu manusia yang tidak ingin dikenal, banyak anaknya, tidak mengemis(meminta-minta), ridlo akan rizki yang diterimanya walaupun sedikit, kalau ada yang datang kepadanya ia senantiasa tersenyum, dan kalau ditinggalkan senyumnya senantiasa mengiringi. Demi dzat yang jiwa kami ada dalam kekuasaaannya, sebenarnya mereka sama dengan yang melaksanakan ibadah haji dan jihad dijalan Alloh Swt” (HR.Ad Dailami dari Abu Huroiroh ra).
Dalam hadits lain, Rosululloh Saw bersabda : “Barangsiapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya sesama muslim, tentulah mereka mandapat pahala seperti pahala orang yang tengah melakukan haji dan umroh”. (HR.Al Katib dari Anas ra).
Oleh karena itu apabila kita mendapatkan orang-orang seperti yang disebutkan diatas, serta terhadap orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan terhadap orang tua mereka maka tidak berlebihan jika kita mengucapkan doa seperti yang biasa kita panjatkan ketika mengiringi jama’ah haji, adapun lafadz doanya :
As ta’uw di ‘ulloha diinuka wa amaa naka wa khowaa tima ‘amalika
Artinya : “aku titipkan kepada Alloh, agamamu,  amanatmu, dan akhir dari amalmu”.  (HR.Tirmidzi)
Zaw waa da kallohut taqwaa waghofaro dzanbaka wa yassaro lakal khoiro haitsu maa kunta
Artinya : “Semoga Alloh berkehendak memberikan kepadamu bekal taqwa dan mengampuni dosamu serta memudahkan untukmu segala kebaikan, dimana saja kamu berada” (HR.Tirmidzi)
Jika runut kembali mengenai permasalahan haji mabrur maka dapat kita mengambil kesimpulan bahwa kunci untuk menjadi haji mabrur adalah kalimat ‘Ahsanu Qoulan’ yaitu Laa Ilaaha Illalloh yang berarti pemurnian jiwa agar tidak memilih Illah melainkan hanya kepada Alloh.
Salah seorang sahabat bertanya :”Apakah Laa Ilaaha Illalloh itu termasuk kebaikan, ya Rosululloh? Dijawab oleh Rosul : “Dia adalah yang terbaik dari disegala kebaikan, malah yang paling Agung dari semua kebaikan”.
(Disarikan dari kitab ‘Lautan tanpa tepi, kajian pembuka hati).
000



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Robithoh

Robithoh Robithoh, dapat diartikan hubungan antara yang menghubungi dari yang dihubungi. Seperti hubungan :  antara anak dengan orang tuanya. Antara guru dengan muridnya. Antara mahasiswa dengan dosennya. Antara menantu dengan mertuanya. Antara pedagang eceran dengan agen besarnya. Antara santri dengan kiayinya. Antara saudara dengan saudaranya. Antara teman dengan temannya. Antara rakyat dengan pemimpinnya. Antara bawahan dengan atasannya. Antara upline dengan downline-nya. Antara kita ummat dengan Nabinya. Antara kita hamba dengan Alloh Subhanahu wa ta’ala . Adapun hubungan itu, ada hubungan langsung juga ada hubungan tidak langsung. Adapun Robithoh wajib itu, seperti ummat Islam melaksanakan sholat dengan menghadap kiblat. Kiblat itu penghubung antara orang yang Sholat dengan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau tidak menghadap Kiblat, maka sholatnya tidak akan syah. Jadi untuk melakukan yang wajib maka wajib dengan Robithoh tersebut ( menghadap kilat ) . Itulah Sya

Tidak Ada Yang Kebetulan

DI DUNIA INI TIDAK ADA YANG KEBETULAN === Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala : “ Dan pada Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata ( Lauh Mahfudz )" ( Surat Al-An'am : 59 ). Tiada sesuatu yang kebetulan. Karena Alloh telah menegaskan bahwa tidak ada satu pun yang terlepas dari kudrot, irodat, dan ilmu Alloh. Segalanya yang terjadi bahkan yang akan terjadi telah tercatat di lauh mahfudz. Ayat tsb diatas menegaskan bahwa segalanya ada dibawah kehendak & ilmu Alloh, Dan semuanya sudah tercatat di lauh mahfudz. Sering kita mendengar percakapan sehari-hari yang mengatakan, “ Kebetulan ketemu disini ”, “ Kebetulan ada yang memberi”, “K ebetulan sekali h

Pentingnya Berwasilah

Pentingnya Berwasilah Oleh : Renandhi Wira Fitra, S.H.I. Ikhwan TQN PPS dari Kota Depok. Setiap diri yang memiliki niat dan cita cita untuk sampai(Wushul) kepada Alloh sudah PASTI akan membutuhkan WASILAH ( perantara). Hal ini sebagaimana firman Alloh Swt : “ Hai orang orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Alloh dan carilah wasilah dalam mencapai ketaqwaan itu ....” ( QS. Al-Maidah : 35 ) Dalam ayat tersebut kalimat wabtaghu menggunakan fi’il amar/kata perintah yang menandakan khitab /seruan bagi orang beriman bahwa mencari wasilah itu adalah kewajiban...kenapa wajib ? karena memang manusia membutuhkannya..! Jadi dengan adanya wasilah bagi setiap hamba itu adalah mutlaq suatu KEBUTUHAN, selain berdasarkan dari dalil ayat tersebut juga berdasarkan kepada tabiat manusia yang selalu membutuhkan bantuan dalam medapatkan sesuatu, sehingga menolak adanya wasilah maka itu bertentangan dengan Hukum Alloh dan fitrah manusia itu sendiri. Wasilah adalah perantara yang