Langsung ke konten utama

Iman Bukan Sekedar Diujung Lidah

Ukuran Iman Bukan Sekedar Diujung Lidah
Tetapi Harus Tertanam dan Terhujam Kuat Didalam Hati
Dalam Sabda Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam :
قُلْ اٰمَنْتُ بِااللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
Artinya : “katakanlah! Aku telah ber-Iman, Lalu Istiqomahlah!” ( HR.Ahmad Muslim, Turmudzi, Nasaai, Ibnu majah, dari Sufyan bin Abdillah Ats Saqofi,  Shohih ).
Memaknai dari hadits tersebut dari kalimat  “aku telah ber-Iman” itu bukan sekedar mengatakan dengan di ujung lidah saja. Memang kalau hanya sekedar mengucapkan “aku telah ber-Iman”  diujung lidah sebagai pemanis bibir saja itu mudah dilakukan. Seperti dalam pengucapan kalimat “Laa Ilaaha Illalloh” kalau hanya dapat diucapkan dimulut saja semua orang juga bisa, dan apa susahnya kalau hanya mengucapkan dimulut saja. Jangankan para orang tua yang sudah banyak pengalaman hidupnya atau juga orang pintar yang sudah banyak ilmunya, anak kecil dan orang bodoh pun bisa dengan mudah melakukannya. Dan orang yang bukan islam pun dengan mudah bisa mengatakan( mengucapkan )nya, bahkan hewan pun seperti burung beo yang sudah dilatih mengucapkan “Laa Ilahaa Illalloh” pun bisa dengan mudah mengucapkannya kalimat tersebut. Akan tetapi untuk memiliki Iman yang benar harus mengacu kepada dari apa yang sudah ditegaskan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an.
Ukuran iman bukan sekedar di ujung lidah dirangkai dengan kata-kata yang indah dan di suarakan dengan suara yang merdu supaya enak( merdu) didengar, dengan rangkaian sajak dan puisi bahkan dengan irama serta nyanyian.
Didalam sebuah keterangan yang tercantum didalam Kitab Fadl Al Qodir :
  لَيْسَ اْلأِيْمَانِ بِالتَّمَنِّى وَلَا بِالتَّحَلِّى وَلٰكِنْ هُوَ مَا وَقَرَ فِى الْقَلْبِ وَصَدَّ قَةُ الْعَمَلِ
Artinya : “Iman itu bukan hanya harapan yang tak kujung tiba (tamanni) dan bukan pula hanya hiasan diujung lidah, tetapi Iman adalah Sesuatu yang tertanam di Lubuk hati dan dibuktikan dengan Amal (Perbuatan)”.
Harapan yang tak kunjung tiba ( tamanni ) itu bagi seseorang dihadapkan kepada yang sangat tidak dia harapkan, seperti orang kafir yang menghadapi siksa.
Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada mu, hai kafir, siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat dengan kudua tangannya, dan orang kafir itu berkata : “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu adalah tanah”. ( QS. An-Naba : 40 ).
Harapan yang tak kujung tiba itu, seperti yang dialami oleh orang yang didunianya larut dengan kesibukan-kesibukan duniawi semata, mereka mengira harta dunianya dapat kekal dan menjamin kebahagiaannya ternyata tidak apa yang mereka harapkan, maka pada hari kiamat mereka merasakan penyesalan yang teramat mendalam.
Sebagaimana Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala :
Artinya : “Dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahanam, dan pada hari itu juga ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya, dan dia mengatakan  : “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan amal sholeh untuk kehidupan ku sekarang ini”
 (QS. Al Fajri : 23-24).
Penyesalan seperti itu pun akan dirasakan oleh orang beriman yang imannya hanya di ujung lidah, hanya sampai tenggorokan saja tidak sampai kehati( Qolbu ). Penyesalan nanti ketika nafasnya terhenti di tenggorokan. Semua aktifitas telah sirna dari semua angota tubuhnya, dan saat itulah dia akan meratap kepada siapa meminta pertolongan untuk menunjukan jalan ketempat asal yaitu kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Pada masa Nabi Muhammad Sholallohu ‘alahi wa sallam, Beliau mengajarkan ke-Imanan itu dengan tidak hanya di mulut saja. Hanya sampai diujung lidah dan dibibir saja, tetapi ke-Imanan itu ditanamkan kedalam hati para sahabat.
Seperti dijelaskan didalam hadits : “Iman adalah sesuatu yang tetap ( tertanam ) kuat didalam hati”.
Dengan jelas Alloh Subhanahu wa ta’ala membantah orang arab yang Imannya hanya sampai di ujung lidahnya saja :
Artinya : “Orang-orang Arab Badui itu telah berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah Muhammad : "Kalian belum beriman, tetapi baru islam', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Alloh dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
 (QS. Al Hujurot : 14).
Pertanyaannya bagaimana agar Iman masuk kedalam hati, jangan hanya sampai di mulut saja seperti orang munafiq yang imannya hanya dimulut saja tidak sampai masuk kedalam hati.
Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala :
Artinya ; “Diantara manusia ada yang mengatakan  ‘Kami telah beriman kepada Alloh dan hari kiamat(hari kemudian)’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”.
(QS. Al Baqoroh : 8).
Boleh saja mengatakan beriman bahkan sampai seribu kali pun bahkan berjuta-juta kali, tapi jangan sampai dibantahkan Alloh Subhanahu wa ta’ala seperti yang ditegaskan didalam ayat tersebut bahwa sesungguhnya belum beriman bahkan malah dinyatakan bukan orang yang beriman. Karena Imannya tidak masuk kedalam hatinya.
Untuk mendapatkan Iman yang benar hingga masuk dan menghujam kedalam hati, kita wajib mencontoh dan mentauladani ke-Imanan dari Sayidina Abu Bakar As Shidiq Rodliyallohu ‘anhu.
kelebihan Sayyidina Abu Bakar
asShidiq Rodliyallohu ‘anhu dari yang lainnya adalah karena sesuatu yang mengendap( menghujam ) didalam hatinya.
Sebagaimana Sabda Rosululloh Sholallohu ‘alaiahi wa sallam :
Artinya : “Tidak ada kelebihannya Abu Bakar Rodliyallohu ‘anhu Shidiq dari kamu sekalian karena banyak Shoumnya dan banyak sholatnya, tetapi kelebihannya itu dengan sesuatu yang telah mengendap dan menghujam didalam hatinya” ( Miftahus Shudur,14).
Diantara para sahabat yang sama-sama banyak shoumnya dan banyak sholatnya namun ada kelebihan dari Sayyida Abu Bakar As Shidiq Rodliyallohu ‘anhu diantara yang lainnya. Dan Sabda Rosul ini tidak mengesampingkan  bahasa Iman dengan pernyataan melalui lisan dan dibuktikan dengan Amal( perbuatan ), karena ketiga nya harus ada kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana Sabdanya :
Artinya : “Iman adalah ma’rifat dengan hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal(perbuatan/karya nyata)” (HR. Ibnu Majah dan At Thobroni dari Ali Ra).
Untuk membuktikan Iman dengan perbuatan banyak  yang mampu apalagi hanya mengucapkan dilisan saja, tetapi untuk memiliki Iman secara bathiniyah, seperti ke-Imanan Sayyidina Abu Bakar Rodliyallohu ‘anhu, pastinya harus ada yang mengajarkan dan menanamkan kedalam hati. karena yang dimaksud dengan bathin itu adalah hati. tidak akan bisa masuk Iman kedalam hati tanpa  perantara seorang Ahlinya, yaitu melalui proses Talqin.
Talqin, artinya mengajarkan, hampir dekat dengan ta’lim yang artinya mengajarkan. Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam pun menerima pengajaran dari Alloh Subhanahu wa ta’ala melalui kalam-Nya yaitu Malaikat Jibril Alaihis salam ketika di Gua Hiro.
Sebagaimana Firman-Nya :
Artinya : “Yang mengajarkan dengan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia yang belum mengetahui”. (QS. Al-‘Alaq : 4 - 5).
Yang dimaksud dengan Kalam pada ayat tersebut adalah lisan Malaikat Jibril Alaihis salam, bukan Kalam yang selalu dipegang dengan tangan manusia biasa.
lisan Malaikat Jibril ‘Alaihis salam adalah Kalam Alloh Subhanahau wa ta’ala untuk Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam, sedangkan Kalam Alloh Subhanahau wa ta’ala untuk mengajarkan Al Qur’an kepada para Sahabat adalah lisannya Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam, dan Kalam Alloh Subhanahu wa ta’ala untuk mengajarkan Al Qur’an kepada para pengikut Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam adalah lisan-lisan orang-orang Ma’rifat kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala yaitu yang disebut ‘Guru Mursyid’.
Dalam sebuah keterangan :
Artinya : “Lisan Ahli Ma’rifat adalah Kalam Alloh untuk menulis(menetapkan) sesuatu didalam hati para murid yang seumpama papan tulis”. (Syeikh Daud Al Kabir bin Makhola ra).
Malah adakalanya Kalam Alloh yang sudah dituliskan didalam hati kita yang sebelumnya kita tidak dapat mengetahui maknanya dan penjelasannya namun ketika Kalam Alloh sudah tertulis didalam hati akan Nampak jelas tanda-tanda kebesaran-Nya, baik secara tanziliyah maupun kauniyyah.

Tanziliyyah maksudnya adalah sesuatu yang turun kedalam hati berupa Ilham,
Kauniyyah merupakan kejadian (
pemahaman ) yang tidak diduga-duga sebelumnya berupa karunia dhohir.
Dan Syeikh Daud juga menjelaskan :
Artinya : “Rasa punya lisan, Ruh juga punya lisan, dan Aqal juga punya lisan”. ( At Thobaqotul Kubro/I/191 ).
Jadi jelas sudah untuk memiliki Iman yang sampai masuk kedalam hati, dengan tertanam kuat dan terus menghujam kedalam hati harus ada seorang Ahli Ma’rifat ( Guru Mursyid ) yang mengajarkan( menanamkan ) Kalimat Tauhid kedalam hati dengan proses Talqin.
dengan begitu akan terbebas dari sifat ke-Munafiqan didalam hatinya, karena seorang munafiq keimanannya hanya sebatas dimulut saja tidak sampai kedalam hati.
Dalam Al Qur’an Surat Al Baqoroh dari ayat 8 sampai ayat 20 menjelaskan tentang keberadaan orang-orang munafiq , sifat-sifat dan perilakunya. Itu di karenakan keimanannya hanya sebatas diujung lidah dan ucapan dibibir serta panca indra saja, itulah bukti penipuannya kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala dan kepada orang-orang yang beriman.
Mereka dinyatakan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala :
Artinya : “mereka itu tuli(tidak mendengar), bisu(tidak dapat berbicara), dan mereka itu buta(tidak dapat melihat)”.
(QS. Al Baqoroh : 18).
Jelas sekali bahwa yang tuli, bisu dan buta itu bukan panca indranya, tetapi hatinya. Mereka baru merasa sudah punya Iman padahal yang sesungguhnya belum. Mereka memper-elok, memper-cantik, memper-halus serta mempesona dalam berbicara padahal hatinya kosong dari kekuatan Iman. Inilah salah satu ciri orang munafiq. Mereka memperkokoh kekuatan diluar, sedangkan hatinya kosong dari Iman, itulah maka Alloh menetapkan mereka sebagai penipu Alloh.
Jadi kesimpulannya, Iman harus kuat tidak cukup dengan sampai dilisan saja, tetapi harus masuk tertanam dan terhujam kuat didalam hati, untuk dapat ke-Imanan yang sampai masuk tertanam dan terhujam kedalam hati harus ada seorang Ahli Ma’rifat ( Guru Mursyid ) yang ( dengan Kalam-Nya ) mengajarkannya( menanamnya ) Kalimat Tauhid melalui proses Talqin, sebagaimana yang sudah dicontohkan Baginda Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam, yang dengan ( Kalam-Nya ) mengajarkan( menanamkan/men-Talqinkan ) Kalimat Tauhid kepada para Sahabat. Dengan begitu akan terbebas dari sifat munafiq.
Ikhwan Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Suryalaya sudah mendapatkannya dari Guru Mursyid dari Silsilah ke-38 “Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsyabandi Al Muttaqi Al Kamil Mukamil Al Muwwafaq Al Mujaddid Al Quthub Qoddasalohu sirrohu”. Dan sekarang yang sudah mendapatkannya tinggal memeliharanya, karena memelihara ke-Imanan itu akan jauh lebih berat dari pada mendapatkannya.
Jadi sempurna sudah, Iman yang sudah masuk tertanam dan terhujam kuat didalam hati, harus diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan Amal( perbuatan / karya nyata ).
000
000
ALHIJAZdepokbersemi165

Media Informasi & Dakwah Para Pecinta Kesucian Jiwa.
Ikhwan Depok.
Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Membangun Peradaban Dunia
E-mail : depokbersemi165@gmail.com  - Info manaqib kota depok : Tlp /Sms/Wa   (Rauf) 0812 888 166 90
Agenda Kegiatan dan Jadwal Manaqib di Kota Depok dan sekitarnya  :

https://depokbersemi165.blogspot.co.id/2015/05/agenda-kegiatan-depokbersemi165.html
https://alhijazdepokbersemi165.wordpress.com/info-manaqib-depok/
Sukai halaman di Facebook DepokBersemi165 :
https://www.facebook.com/AlHijaz-DepokBersemi165-952350131454919
Ikuti Twiter depokbersemi165 :
https://twitter.com/depokbersemi165
Pasang Aplikasi Android Depok Bersemi 165 :
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.andromo.dev456699.app444796

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Robithoh

Robithoh Robithoh, dapat diartikan hubungan antara yang menghubungi dari yang dihubungi. Seperti hubungan :  antara anak dengan orang tuanya. Antara guru dengan muridnya. Antara mahasiswa dengan dosennya. Antara menantu dengan mertuanya. Antara pedagang eceran dengan agen besarnya. Antara santri dengan kiayinya. Antara saudara dengan saudaranya. Antara teman dengan temannya. Antara rakyat dengan pemimpinnya. Antara bawahan dengan atasannya. Antara upline dengan downline-nya. Antara kita ummat dengan Nabinya. Antara kita hamba dengan Alloh Subhanahu wa ta’ala . Adapun hubungan itu, ada hubungan langsung juga ada hubungan tidak langsung. Adapun Robithoh wajib itu, seperti ummat Islam melaksanakan sholat dengan menghadap kiblat. Kiblat itu penghubung antara orang yang Sholat dengan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau tidak menghadap Kiblat, maka sholatnya tidak akan syah. Jadi untuk melakukan yang wajib maka wajib dengan Robithoh tersebut ( menghadap kilat ) . Itulah Sya

Tidak Ada Yang Kebetulan

DI DUNIA INI TIDAK ADA YANG KEBETULAN === Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala : “ Dan pada Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata ( Lauh Mahfudz )" ( Surat Al-An'am : 59 ). Tiada sesuatu yang kebetulan. Karena Alloh telah menegaskan bahwa tidak ada satu pun yang terlepas dari kudrot, irodat, dan ilmu Alloh. Segalanya yang terjadi bahkan yang akan terjadi telah tercatat di lauh mahfudz. Ayat tsb diatas menegaskan bahwa segalanya ada dibawah kehendak & ilmu Alloh, Dan semuanya sudah tercatat di lauh mahfudz. Sering kita mendengar percakapan sehari-hari yang mengatakan, “ Kebetulan ketemu disini ”, “ Kebetulan ada yang memberi”, “K ebetulan sekali h

Pentingnya Berwasilah

Pentingnya Berwasilah Oleh : Renandhi Wira Fitra, S.H.I. Ikhwan TQN PPS dari Kota Depok. Setiap diri yang memiliki niat dan cita cita untuk sampai(Wushul) kepada Alloh sudah PASTI akan membutuhkan WASILAH ( perantara). Hal ini sebagaimana firman Alloh Swt : “ Hai orang orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Alloh dan carilah wasilah dalam mencapai ketaqwaan itu ....” ( QS. Al-Maidah : 35 ) Dalam ayat tersebut kalimat wabtaghu menggunakan fi’il amar/kata perintah yang menandakan khitab /seruan bagi orang beriman bahwa mencari wasilah itu adalah kewajiban...kenapa wajib ? karena memang manusia membutuhkannya..! Jadi dengan adanya wasilah bagi setiap hamba itu adalah mutlaq suatu KEBUTUHAN, selain berdasarkan dari dalil ayat tersebut juga berdasarkan kepada tabiat manusia yang selalu membutuhkan bantuan dalam medapatkan sesuatu, sehingga menolak adanya wasilah maka itu bertentangan dengan Hukum Alloh dan fitrah manusia itu sendiri. Wasilah adalah perantara yang