Cintaku Hanya Untuk-MU
Cinta adalah suatu anugrah terindah yang
diberikan Alloh Subhanahu wa ta’ala untuk sekalian hamba-Nya. Berbahagialah
seseorang yang sudah dianugrahi rasa cinta didalam hatinya. Karena dengan cinta
seseorang yang lemah akan bisa tegar bahkan akan bisa kuat laksana baja, dengan
cinta seseorang yang rapuh sekalipun akan bisa
kokoh seperti gunung, dengan cinta seseorang bisa lembut laksana sutera, jernih laksana air, putih laksana salju.
Cintapun mampu merubah rasa duka menjadi suka cita, hidup dengan cinta
mampu merubah tangisan menjadi canda tawa, cintapun mampu merubah kesedihan
menjadi kebahagiaan, hidup dengan cinta walaupun didalam kesusahannya sekalipun
dijalani dengan kesenangan, yang jauh pun akan terasa dekat, kemarahan menjadi
keramahan, kebencian menjadi kasih sayang, penderitaan yang pun menjadi tak
terasa tergantikan dengan keceriaan, dan walaupun didalam gubuk derita
sekalipun itu semua akan terasa didalam istana yang megah. Itulah cinta mampu membuat dan merubah semua
rasa menjadi indah.
Benar juga apa kata pujangga, hidup tanpa cinta
bagai taman tak berbunga, hidup tanpa cinta bagai langit tak berbintang, bagai
gitar tak berdawai, bagai sayur tanpa garam, jika sebuah taman sudah tak tampak
bunganya hilanglah keindahannya tak dapat lagi mencium harum wanginya dan
begitu juga jika sudah kehilangan cinta didalam hidup ini tak tampak lagi
keindahan hidup ini hilang sudah harum wangi yang dulu pernah ada, jika sudah
kehilangan cinta tampaklah sudah sepi dunia ini, jika sudah kehilangan cinta
tak terdengar lagi getar harmoni kemerduan suaranya, dan jika sudah kehilangan
cintanya hidup ini akan terasa hambar, semua terasa hampa, hidup tak bergairah,
hidup laksana fatamorgana yang berjalan tanpa makna.
Setiap orang mencari cinta sejatinya, tentunya
bukan cinta yang penuh kepalsuan, bukan juga cinta imitasi. Tetapi Cinta Hakiki yang sebenarnya yaitu “Cinta
Kepada Ilahi Alloh Robbul ‘Izzati”
Sebagaimana Rosululloh Sholallohu alaihi wa sallam mengajarkan
kita dalam sebuah doa :
Allohumma
inni as Aluka Hubbaka wa Hubba man Yuhibbuka wa Hubba maa Yuqorribunii Hubbaka,
Allohummaj’al Hubbaka Ahabba Ilayya min Nafsii wa Ahlii wa Minal maa-il ba Ridi.
Allohummaj’al Hubbaka Ahabba Ilayya min Nafsii wa Ahlii wa Minal maa-il ba Ridi.
“Yaa Alloh, aku mohon kepada MU, agar dapat
mencintai MU, mencintai segala yang dapat mendekatkanku untuk mencintai MU. Yaa
Alloh, jadikanlah mencintai MU lebih aku
sukai dan aku cintai daripada mencintai diriku, keluargaku, dan mencintai air
yang segar”.
Inilah doa Nabi Sholallohu alaihi wa sallam yang
diajarkan kepada kita agar terhindar dari tandingan-tandingan selain kepada
Alloh Subhanahu wa ta’ala,
Al Qur’an menggambarkan :
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Alloh, mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang ber-Iman teramat sangat
cintanya kepada Alloh” (QS Al
Baqoroh :165).
Cintanya kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala tidak
dapat dilupakan oleh cintanya kepada harta, tidak dapat dilenakan oleh
kecintaannya kepada tahta, tidak dapat dinafikan oleh kecintaannya kepada
wanita, tidak dapat disisihkan oleh kecintaannya kepada mahkota.
Bila ia mencintai sesuatu apapun dan mencintai
siapapun,
dasarnya adalah karena Alloh, bahkan yang ia saksikan hanya ada kholiq pada
semua makhluk yang dicintainya. Dengan demikian ia mencintai segala sesuatu
hingga membuat dirinya dekat kepada Alloh, ia mencintai orang yang dekat kepada
Alloh, dan mencintai segala yang bisa mendekatkan dirinya cinta kepada Alloh.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhori dan
Muslim, disebutkan :
“Barangsiapa yang didalam dirinya terdapat tiga perkara ini, maka ia
akan merasakan lezatnya iman, : “Hendaklah Alloh dan Rosul Nya lebih
dicintai olehnya daripada selain keduanya, Hendaklah mencintai seseorang
didasari hanya karena Alloh, Hendaklah ia membenci kembali kepada
kekufuran sesudah Alloh menyelamatkannya sebagaimana benci jika dirinya
dilemparkan kedalam api neraka”.
Apabila ada orang yang mengaku beriman tetapi
dalam kenyataannya sangat sulit merasakan manisnya Iman, itu karena ia terhalang oleh segala
sesuatu selain Alloh, maka kecintaan mereka pada Alloh pun luntur. Padahal cinta kepada Alloh itu merupakan
pakunya Iman. Iman tanpa cinta kepada Alloh adalah Iman yang goyah, tidak
mantap dan mudah rapuh.
Pengakuan Iman dan Cinta kepada Alloh tidak
cukup dengan pernyataan sebatas dilisan saja, tetapi harus meresap kedalam hati
sanubari, tembus kedalam qolbu sehingga buahnya dapat terlihat melalui akhlak
yang baik. Apabila kelakuan dan tindak tanduknya bertolak belakang dengan
perintah Alloh dan contoh Rosul Nya berarti pengakuan cintanya itu palsu.
Sesuatu menjadi berarti apabila ada ciri.
Bahkan ciri menunjukkan jati diri. Karena segala sesuatu ada cirinya, Begitu
juga cinta ada cirinya, ciri cinta kepada Alloh Subhanahu
wa ta’ala adalah :
Sabda Nabi Sholallohu
alaihi
wa
sallam :
“Ciri cinta kepada Alloh adalah ‘Cinta Dzikrulloh’, ciri benci kepada
Alloh adalah ‘Benci Dzikrulloh’”.
Dalam hadits lain menjelaskan :
“Barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka ia
banyak menyebutnya”
Orang yang cinta kepada jabatan maka jabatannya
selalu sering disebut-sebut, olehnya kemana dan dimana ia berada selalu yang diceritakannya tentang
jabatannya. Begitu juga orang yang cinta kepada mobil
kemana saja dan dimana saja selalu yang diceritakan tentang mobil saja. Yang
cinta kepada perhiasan dimanapun dan kepada siapapun yang diceritakan dan
disebutnya perhiasan, apalagi yang sedang jatuh cinta kepada kekasihnya kepada
siapapun ia berjumpa kemana dan dimanapun ia berada yang disebut-sebut serta
diceritakan selalu tentang kekasihnya.
Dan jika kita benar cinta kita kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala pasti
kita akan selalu banyak menyebut dan mengingat Alloh Nya, disebutkan dengan
lisannya, diingat dengan hatinya, selalu ingat Alloh dalam keadaan
bagaimanapun.
Kesungguhan cinta kita kepada Alloh, kita akan
senang hati menjalankan apa saja yang diperintahkan dan merupaya menjauhi
segala apa yang dilarang Nya. Segala langkah kita ikhlas tanpa pamrih demi Dzat
yang dicintai oleh kita. Kita akan selalu bersyukur, bahkan musibah yang
menimpa sekalipun kita hadapi dengan kesabaran, selalu Ridlo karena
keyakinannya bahwa semua itu adalah kepunyaan Dzat yang kita cintai.
Adalah kepalsuan besar jika kita mengaku cinta kepada Alloh namun kita
tidak suka menyebut Nya dan mengingat Nya, apalagi sampai menghalang-halangi
orang-orang yang sedang menyebut dan mengingat Alloh Nya.
Orang yang sedang mencinta akan selalu ingin
bersama-sama dengan yang dicinta. Dan jika kita ber-Dzikir kepada Alloh berarti
kita sedang bersama-sama dengan Alloh, didalam hadits Qudsi Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Dan AKU(Alloh) bersama-sama dengan hamba KU
manakala hamba KU ber-Dzikir kepada KU”.
Hadits Nabi Sholallohu
alaihi
wa
sallam :
“Kamu bersama-sama dengan yang kamu cintai”
Dalam hadits yang lain :
“Seseorang bersama-sama dengan yang
dicintainya”.
Jika kita cinta kepada Alloh maka kita
bersama-sama Alloh, jika kita cinta bersama-sama Rosul maka kita bersama-sama Rosul,
jika kita cinta Waliyulloh maka kita pun akan bersama-sama Waliyulloh.
Kebersamaan kita dengan Alloh, akan menimbulkan
Musyahadah, selalu merasa disaksikan oleh Alloh. Setiap langkah dan segala
gerak-gerik kita akan selalu diingatkan akan kewajiban dan kita akan terhindar
dari segala sesuatu yang menjerumuskan kita dalam berbuat dosa.
Memang kita manusia yang terkadang salah,
terkadang lupa berbuat dosa, karena manusia tempatnya salah dan lupa. Seperti
halnya yang menimpa pada diri Abu Basyar, Nabi Adam ‘Alaihis sallam yang Alloh Subhanahu wa
ta’ala turunkan dari surga yang
penuh kenikmatan karena melanggar larangan Alloh Subhanahu
wa ta’ala, lalu Beliau pun tiada
henti memanjatkan doa :
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami
zholim/berbuat aniaya terhadap diri kami. Jika Engkau tidak ampuni kami,
niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi”.
Adapun bentuk ke-zholiman manusia itu adalah
berbuatan dosa dan maksiat yang dilakukannnya. Padahal Alloh Subhanahu wa ta’ala menegaskan :
“Dan tinggalkan olehmu dosa zhohir dan dosa
bathin”.
Dan sementara yang kita lihat fenomena yang
terjadi sekarang ini maksiat terjadi dimana-mana, kemungkaran merajalela,
perbuatan dosa dianggap sudah biasa.
Dan ternyata sumber penyebab itu semua adalah dikarenakan manusia lupa kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Dan ternyata sumber penyebab itu semua adalah dikarenakan manusia lupa kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Dahulu orang-orang yang berbuat zholim datang
menghadap Nabi Sholallohu alaihi wa salam, guna dimohonkan ampunan
kepada Alloh Subhanahu wa ta’la, dan Nabi pun mengabulkan permintaan mereka,
lalu Alloh Subhanahu wa ta’ala mengampuni doso-dosa mereka, sebagaimana
firman Nya ;
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rosul melainkan untuk ditaati dengan
se-izin Alloh, sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang
kepada mu, lalu memohon ampun kepada Alloh, dan Rosul pun memohonkan ampunan
kepada mereka, tentulah mereka mendapati Alloh Maha Penerima Taubat Lagi Maha
Penyayang” (QS. An Nisa :64)
Yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimana halnya dijaman sekarang, dimana Nabi Sholallohu alaihi wa salam sudah tidak ada ditengah-tengah kita ?, lalu.., Apakah kita tidak dapat ampunan Alloh ?
Memang secara lahiriyah, secara fisik Rosul
sudah tidak dihadapan kita, akan tetapi secara Ruhaniyah Beliau hadir, inilah yang harus kita yakini.
“Ruh para Nabi dan Para Wali itu tidak mati, melainkan pindah dari
tempat yang fana menuju tempat yang kekal”.
Makanya didalam ucapan tasyahud didalam sholat : “Assalamu’alayka ayuhan nabiyu wa Rohmatulloh
wa barokatuhu (Keselamatan
atas-mu wahai Nabi)” dan itu menunjukkan bahwa kita yakin seolah-olah Nabi ada
dihadapan kita, dan ketika kita pun menghadap Nabi dengan ucapan : “Ila hadlroti Nabiyyil musthofa Muhammadin shollallohu’alayhi wa
sallam” itu Hakikatnya kita datang menghadap Nabi.
Untuk sekarang ini kita tidak hanya menghadap
Nabi tetapi juga datang kepada pewarisnya yaitu sosok manusia yang bersih
hatinya, kuat Imannya, sempurna taqwanya, itulah Insan pilihan yang di sinyalir
oleh Nabi Sholallohu ‘alaihi wa salam :
“Orang pilihan diantara kalian adalah seseorang yang dapat menguatkan
kalian kepada Alloh bila melihatnya, dan tutur katanya dapat menambah ilmu bagi
kalian serta amal perbuatannya dapat memberi semangat kepada kalian untuk
beramal bagi akhirat” (HR. Hakim)
Patutlah kita bersyukur sepenuh langit dan bumi
karena telah dipertemukan dengan
pewarisnya Nabi Sholalllohu ‘alaihi wa sallam silsilah ke-38 Thoriqoh
Qodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya, yaitu : “Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al
Qodiri An Naqsyabandi Al Muttaqi Al Kamil Mukamil Mukamil
Al Muwaffaq Al Mujaddid Al Quthub Qoddasallohu sirrohu”, selaku Guru Mursyid Thoriqot Qodiriyyah
Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya.
Kita bersimpuh dihadapan Beliau dengan penuh kesadaran bahwa selama ini
kita banyak men-zholimi diri kita sendiri, karena banyak putaran waktu helaan nafas dan
denyutan jantung tidak dipakai untuk mengingat Alloh, kita lupa kepada-Nya bahkan tidak
segan-segan untuk bermaksiat kepada-Nya.
Dengan menerima Talqin Dzikir kita akan menjadi
orang yang senantiasa mengingat Alloh, karena Laa Ilaaha Illalloh dipatrikan, dipahatkan, serta juga disimpan
didalam Ruh kita sehingga kita senantiasa bersama Laa Ilaaha Illalloh inilah maksud yang ditegaskan oleh Nabi Sholallohu alaihi wa salam :
“Talqinkanlah Laa Ilaaha Illalloh kepada orang yang akan mati”
Dan dengan Talqin Dzikir, Ismu Dzat dan Kantung
Asma masuk melekat erat meraga sukma kedalam hati, sehingga kapanpun dan
dimanapun dalam kondisi bagaimanapun hati kita selalu merasakan kehadiran Alloh
Subhanahu wa ta’ala.
“Dan DIA(Alloh) bersamamu dimanapun kamu
berada”
Dengan senantiasa mengingat Alloh Subhanahu wa ta’ala
maka dengan sendirinya kita akan mendapatkan limpahan Ampunan-Nya.
“Laki-laki dan perempuan yang banyak
ber-Dzikir maka Alloh sediakan bagi mereka Ampunan dan Pahala yang besar”.
Dengan demikian kita wajib mensyukurinya tidak
lain dengan Dzikrulloh sebagaimana disebutkan
dalam Hadits Qudsi :
“Jika kamu ber Dzikir pada Ku maka kamu bersyukur kepada KU, dan jika
kamu lupa pada Ku maka kamu kufur kepada KU”.
Inilah wujud cinta kita kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala,
wujud cinta kepada Rosululloh Sholallohu alaihi
wa salam, dan wujud
keselarasan kita dengan Do’a yang senantiasa kita panjatkan setiap hari :
“Ilahi Anta Maqshudi Wa
Ridloka Mathlubi A’thini Mahabbataka Wa Ma’rifataka”.
“Engkaulah yang kami maksud. Dan Keridloan MU yang kami cari, berilah hamba kemampuan untuk mencintai MU dan ma’rifat kepada MU”.
“Engkaulah yang kami maksud. Dan Keridloan MU yang kami cari, berilah hamba kemampuan untuk mencintai MU dan ma’rifat kepada MU”.
000
000
Para penyambut Pecinta Kesucian Jiwa.
Thoriiqoh Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya Membangun Peradaban Dunia
Komentar
Posting Komentar